Pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup dan terjangkau oleh seluruh penduduk dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan telah menjadi salah satu tujuan utama pembangunan nasional. Ketahanan pangan merupakan salah satu isu sentral dalam kerangka pembangunan nasional dan salah satu fokus kebijakan operasional pembangunan pertanian. Dalam mewujudkan pembangunan ketahanan pangan nasional di era globalisasi dan desentralisasi di masa mendatang perlu diperhatikan berbagai perkembangan yang terjadi selama ini.
Salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan program ketahanan pangan melalui kondisi/situasi konsumsi pangan masyarakat dilakukan analisis situasi konsumsi pangan, karena situasi konsumsi pangan dapat menggambarkan akses masyarakat terhadap pangan, status gizi dan kesejahteraannya, yang dinyatakan dalam nilai skor mutu pangan atau skor Pola Pangan Harapan (PPH).
Konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang, dan aman pada tahun 2015 – 2019 dapat terwujud apabila perencanaan penyediaan pangan ke depan mengacu pada peningkatan kemampuan produksi, permintaan pangan (daya beli dan preferensi konsumen) dan pendekatan pemenuhan kebutuhan gizi seimbang yang didukung oleh pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat. Sejalan dengan amanat UU No.17/2007 tentang RPJPN 2005-2025 serta UU No. 18/2012 tentang Pangan, bahwa arah kebijakan umum ketahanan pangan dalam RPJMN 2015-2019 perbaikan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat dapat dilakukan melalui peningkatan pola konsumsi pangan masyarakat yang berbasis sumberdaya dan budaya lokal.
Kegiatan analisis pola dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk merupakan suatu kesatuan dari rangkaian kegiatan untuk mengetahui situasi konsumsi pangan penduduk dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap masyarakat dalam rangka mewujudkan konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang,dan aman, yang dilaksanakan melalui kegiatan-kagiatan yaitu : (1) analisis situasi dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk, (2) telaahan konsumsi pangan, (3) bimbingan teknis analisis konsumsi pangan berbasis pola pangan harapan, (4) workshop pengembangan pola dan preferensi konsumsi pangan, (5) festival cipta menu beragam, bergizi seimbang dan aman berbasis sumber daya lokal dan (6) internalisasi pemantapan konsumsi pangan B2SA. Namun kegiatan telaahan konsumsi pangan dan internalisasi pemantapan konsumsi pangan B2SA tidak dapat dilakukan karena adanya penghematan anggaran.
Definisi konsumsi energy per kapita per hari adalah nilai pangan yang dikonsumsi per kapita tiap hari dengan satuan kkal, dengan memperhatikan rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi/WNPG ke X Tahun 2012, yaitu Angka Kecukupan Energi/EKE 2.150 kkal/kapita/hari.
Dalam menghitung konsumsi energy per kapita per hari, dengan cara : jumlah konsumsi energi rumah tangga per hari dibagi jumlah angka rumah tangga (ART).
Perkembangan konsumsi energi tahun 2013-2017 disajikan pada tabel 20. Sebagaimana tersaji dalam tabel 20, konsumsi energi masyarakat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dengan laju peningkatan sebesar 2,8% per tahun. Pada tahun 2013, konsumsi energi masyarakat hanya sebesar 1.930 kkal/kap/hari dan meningkat menjadi 2.153 kkal/kap/hari pada tahun 2017. Capaian ini masih dalam batas normal, dengan kisaran 90% - 110% dari Angka Kecukupan Energi (AKE), yaitu sebesar 2.150 kkal/kap/hari.
Definisi PPH Konsumsi adalah proporsi kelompok pangan yang menggambarkan keragaman dan keseimbangan pangan dalam kondisi konsumsi pangan. Jumlah skor PPH Konsumsi mansksimal 100.
Dalam menghitung Skor PPH Konsumsi, dengan cara : mengkalikan antara presentase Angka Kecukupan Energi (AKE) tingkat konsumsi dengan bobot setiap kelompok pangan yang sudah ditetapkan.
Salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur pencapaian kualitas konsumsi pangan adalah melalui pencapaian skor PPH. Pola konsumsi pangan yang ideal digambarkan dengan skor PPH 100.
Untuk mencapai konsumsi energi dan PPH yang ideal perlu diimbangi dengan peningkatan konsumsi umbi-umbian dan sumber karbohidrat lainnya. Meskipun tren konsumsi umbi-umbian mengalami peningkatan, namun konsumsi beras masih mendominasi kontribusi energi dari pangan sumber karbohidrat. Hal ini menyebabkan jumlah agregat kebutuhan konsumsi beras masyarakat masih tinggi. Kondisi ini menunjukkan konsumsi energi penduduk masih belum memenuhi kaidah gizi seimbang yang dianjurkan. Untuk itu, di masa mendatang pola konsumsi pangan masyarakat diarahkan pada pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi, Seimbang, dan Aman.
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk semakin meningkatkan kualitas analisis konsumsi pangan di daerah antara lain : (1) peningkatan kerjasama antara BKP dan BPS daerah terkait akses data Susenas serta (2) penguatan kualitas dan kemampuan SDM dalam melakukan analisis konsumsi pangan.
Pencapaian Konsumsi Energi dan skor Pola Pangan Harapan (PPH) Tahun 2013 – 2017 sebagai berikut :
Kelompok Pangan |
Konsumsi Energi (Kkal/kap/hari) |
||||
2013 |
2014 |
2015 |
2016 |
2017 |
|
I. Padi-padian
|
1.164 |
1.164 |
1.253 |
1.274 |
1.318 |
II. Umbi-umbian
|
39 |
38 |
48 |
49 |
60 |
III. Pangan Hewani
|
174 |
183 |
201 |
211 |
225 |
IV. Minyak dan Lemak
|
233 |
243 |
257 |
265 |
233 |
V. Buah/biji berminyak
|
39 |
38 |
44 |
42 |
24 |
VI. Kacang-kacangan
|
58 |
57 |
57 |
60 |
62 |
VII. Gula
|
93 |
90 |
102 |
111 |
76 |
VIII. Sayuran dan buah
|
96 |
101 |
99 |
96 |
101 |
IX. Lain-lain
|
35 |
36 |
38 |
37 |
53 |
Total Energi |
1.930 |
1.949 |
2.099 |
2.147 |
2.153 |
Tk.Konsumsi Energi (TKE) |
89,8 |
90,7 |
97,6 |
99,9 |
107,6 |
Skor PPH (berdasarkan AKE 2.000 Kkal/kap/hari) |
81,4 |
83,4 |
85,2 |
86,0 |
88,0 |