JAKARTA - Penyelamatan makanan merupakan upaya mendesak di dalam menangani pangan yang berlebih untuk kemudian mendistribusikannya kembali kelebihan pangan tersebut bagi masyarakat yang sangat membutuhan.
Hal tersebut ditegaskan oleh Direktur Kewaspadaan Pangan Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Nita Yulianis pada Workshop GRASP (Gotong Royong Atasi Susut & Limbah Pangan) 2030: “Meningkatkan Standar Redistribusi Surplus Makanan” di Jakarta, Kamis (20/3/2025).
Nita Yulianis menuturkan bahwa penanganan Susut dan Sisa Pangan (SSP) telah menerapkan pendekatan piramida penyelamatan pangan dengan prioritas utama pada pencegahan dan pengurangan.
“Setelah itu dilakukan redistribusi makanan dengan mendonasikan makanan berlebih kepada bank pangan atau organisasi penyelamatan pangan untuk didistribusikan kepada para penerima manfaat setelah dipastikan memenuhi keamanan pangan,” ungkap Nita.
Dikatakannya, Badan Pangan Nasional terus berkomitmen dalam mengurangi pangan berlebih dengan meningkatkan standar redistribusi pangan berlebih di Indonesia. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa pangan yang masih layak dan aman konsumsi dapat didistribusikan secara lebih efektif kepada masyarakat yang membutuhkan.
Selanjutnya Nita menggarisbawahi peran langkah pemerintah dalam menyusun kebijakan yang tepat dan mendorong pelaksanaan yang efektif di lapangan juga menjadi hal yang penting. “Badan Pangan Nasional pada RPJMN 2025-2029 yang telah disahkan mendapat amanat sebagai pengampu pengelolaan susut dan sisa pangan dengan sasaran mengurangi sisa pangan dari pelaku usaha dan konsumen melalui upaya penyelamatan pangan layak konsumsi” ujar Nita.
Pada RPJMN 2025-2029 menjadikan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan (SSP) sebagai salah satu kegiatan prioritas di bawah Program Prioritas Ekosistem Ekonomi Sirkular pada Prioritas Nasional ke-2.
“Pada Perpres 12 Tahun 2025 tentang RPJMN itu pemerintah menetapkan target presentase pangan yang terselamatkan itu sebesar 3-5 % setiap tahunnya mulai tahun 2025 hingga 2029,” paparnya.
Lebih jauh, Direktur Nita mengatakan, untuk mengoptimalkan distribusi pangan dan mengurangi potensi pemborosan pangan, sinergi dan kolaborasi antara donatur, bank pangan serta penggiat penyelamatan pangan menjadi semakin penting. “Pertumbuhan bank pangan sangat menggembirakan, kami mendorong agar bank pangan baru perlu memiliki standar yang sama dengan semua food bank di Indonesia untuk menjaga kepercayaan donatur kepada bank pangan," terang Nita.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi dalam keterangan terpisah menekankan bahwa redistribusi pangan merupakan langkah strategis dalam mengatasi ketimpangan akses pangan. “Dengan adanya Bank Pangan dan inisiatif penyelamatan pangan, kita dapat meminimalkan pemborosan pangan sekaligus membantu masyarakat yang mengalami kerawanan pangan,” ujarnya.
“Kami ingin memastikan bahwa pangan yang masih baik, layak dan aman tidak terbuang sia-sia, tetapi dapat tersalurkan dengan tepat sasaran kepada kelompok rentan.” tambah Arief.
Direktur IBCSD Indah Budiani pada pembukaan workshop menyebutkan bahwa kegiatan ini sangat penting untuk difasilitasi guna menampung semua aspirasi dari masing-masing bank pangan terkait standar yang mereka saat ini terapkan, praktik baik serta tantangan yang dihadapi masing-masing bank pangan dalam aksi penyelamatan pangan.
"Kolaborasi akan menciptakan sistem yang sinergi antara program Pemerintah dengan multi stakeholder dalam redistribusi pangan berlebih, melalui establishment working group" ujar Indah.
Turut hadir dalam workshop GRASP 2030 ini yang dilaksanakan secara hybrid mencakup WRAP, Foodbank of Indonesia, SOS Indonesia, Aksata Pangan, Ruang Pangan, dan signatures GRASP 2030.
—————————————————
*Siaran Pers*
*Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA)*
092/R-NFA/III/2025
21 Maret 2025
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
komunikasi@badanpangan.go.id
Telp : 087783220455