Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi, Nyoto Suwignyo mengingatkan kepada seluruh stakeholder baik pemerintah pusat maupun daerah untuk dapat senantiasa terus konsisten dalam melaksanakan berbagai upaya pengendalian inflasi daerah.
“Bantuan pangan beras yang telah disalurkan dalam dua tahap untuk 21,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM) di 2023 terbukti menjaga inflasi. Hal itu terlihat dari inflasi beras yang menurun cukup signifikan dari 5,61 persen pada September 2023 menjadi 0,48 persen pada Desember 2023. Bantuan pangan tersebut juga sekaligus mampu berperan sebagai unsur penekan harga beras di tingkat konsumen,’’ ungkap Nyoto dalam rapat koordinasi pengendalian inflasi yang digelar Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, Senin (22/1/2024).
Upaya tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang telah memutuskan untuk memperpanjang penyaluran Bantuan Pangan beras untuk periode Januari hingga Juni 2024. Penyaluran Bantuan Pangan di tahun 2024 ini merupakan kelanjutan penyaluran Bantuan Pangan yang sudah dilakukan sejak tahun 2023.
Dalam kesempatan ini, Menteri Dalam Negeri (Kemendagri) Muhammad Tito Karnavian mendorong pemerintah daerah (Pemda) agar menyiapkan transisi energi baru terbarukan (EBT) yang tidak berbasis fosil untuk mengatasai green inflation.
“Semua negara akan berlomba-lomba mengganti energi yang ramah lingkungan non fosil. Kita akan menuju kepada energi terbarukan, berbagai invensi penemuan teknologi dan kita sudah melihat bahwa banyak sekali energi-energi terbarukan yang muncul, dan Indonesia memiliki potensi sumber energi terbarukan yang sangat luar biasa,” ungkap Tito.
Konsep inflasi hijau atau green inflation merupakan salah satu strategis global yang berkaitan dengan krisis sosial, ekonomi, dan lingkungan. Terciptanya paradigma terhadap ekonomi hijau dari masyarakat secara metodologis mengarah kepada tantangan strategi global yang memiliki tujuan keberlanjutan, pengentasan kemiskinan, dan inklusi sektor sosial yang rentan.
Lebih lanjut Nyoto menambahkan, Badan Pangan Nasional mencatat adanya risiko terhambatnya rantai pasok pangan yang dapat memengaruhi ketersediaan dan stabilitas harga pangan pada tahun 2024. Antara lain karena dinamika geopolitik, disparitas pasokan antarwaktu dan antarwilayah, serta ketidakpastian iklim dan cuaca.
“Sebagai bentuk mitigasi dan kalkulasi yang telah NFA susun, di 2024 ini kita akan menyalurkan CBP dengan target total sampai 2,6 juta ton. Ini untuk program bantuan pangan beras yang diestimasikan dalam 2 tahapan, lalu SPHP (Stabilitasi Pasokan dan Harga Pangan), dan lainnya. Kemudian target stok CBP di akhir 2024 harus berada di atas 1,5 juta ton,” Tutup Nyoto.