Dalam rangka upaya pelindungan masyarakat terhadap konsumsi pangan segar yang berisiko terhadap kesehatan, NFA menyelenggarakan pertemuan pembahasan Batas Maksimal Cemaran (BMC) mikroba dan mikotoksin pada pangan segar. Penyusunan nilai BMC tersebut, sebagai bentuk pelaksanaan UU 18/2012 tentang Pangan dimana Badan Pangan Nasional diamanahkan untuk pengawasan keamanan pangan segar.
“Batas maksimal cemaran, selain ditetapkan berdasarkan kajian keamanan secara ilmiah (perhitungan paparan berbasis konsumsi), namun juga dengan mempertimbangkan dinamika standar internasional, tingkat konsumsi masyarakat, dampak terhadap perdagangan dalam dan luar negeri, kondisi lingkungan, kesiapan laboratorium pengujian, serta kemampuan pelaku usaha di Indonesia” ungkap Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan NFA Yusra Egayanti pada saat memimpin rapat pembahasan di Bogor (7/2/2024).
“Adapun ruang lingkup kelompok pangan yang dibahas meliputi kelompok serealia, buah, sayur, rempah dan kacang-kacangan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Yusra mengungkapkan bahwa kesepakatan terhadap BMC didasarkan pada prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable), yaitu BMC yg tidak hanya memberikan proteksi terhadap kesehatan, tetapi juga dapat dicapai pelaku usaha sesuai kondisi dan praktek yang baik dalam produksi pangan.
“Hasil pembahasan awal ini akan dibawa ke diskusi lanjutan bersama para stakeholder seperti Kementerian/Lembaga dan Pelaku Usaha,” tegasnya.
Diharapkan dengan pembaruan batas maksimal cemaran mikroba dan mikotoksin pada pangan segar ini, sebagai acuan dalam pengawasan keamanan pangan segar serta memberikan jaminan perlindungan kepada Masyarakat.
Turut hadir beberapa pakar mikrobiologi dan mikotoksin dari IPB dan UGM, serta instansi BPOM untuk menghimpun masukan secara holistik.