UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanatkan penyusunan regulasi perencanaan pangan. Menyikapi hal tersebut Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) melakukan kolaborasi dan sinergi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memetakan keterkaitan dan integrasi antara rencana pangan dengan RPJPN, RPJMN, RPJMD, RAN-PG, RAD-PG.
Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi NFA Nyoto Suwignya saat melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Kamis (21/12/2023). Pada kunjungan tersebut juga melibatkan tim dari Kemendagri sebagai upaya mengumpulkan informasi untuk menyusun regulasi perencanan pangan.
“Sinergi lintas kementerian di dalam upaya untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi, mutlak diperlukan sehingga hal tersebut harus menjadi tujuan dari regulasi yang akan kami susun” jelas Nyoto lebih lanjut.
Berdasarkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) jumlah desa rentan rawan pangan di Bangkalan untuk tahun 2022 sebanyak 111 dari 281 desa atau sekitar 39,5%. “Rendahnya luas lahan pertanian, rendahnya tenaga kesehatan, tingginya penduduk yang tidak sejahtera merupakan faktor penyebab terjadinya rentan rawan pangan” tutur Nyoto.
Pj. Bupati Bangkalan, Arief M Edie pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa rantai pasar yang panjang merupakan penyebab terjadinya harga bahan pangan menjadi mahal, menyikapi hal tersebut Pemerintah Daerah (Pemda) Bangkalan melakukan sejumlah intervensi.
“Petani kami terpaksa harus menjual hasil pertanian di Surabaya karena pasar disini tidak bisa menampung dalam jumlah besar, untuk kemudian kembali ke sini hal tersebut membuat harga menjadi tinggi. Kami melakukan intervensi dengan membagi pasar-pasar lokal agar dapat menyerap hasil pertanian lokal”, ungkap Arief.
Untuk beberapa komoditas bahan pangan, Bangkalan mengalami surplus seperti beras, jagung, daging sapi dan daging ayam demikian dijabarkan oleh Plt. Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kab. Bangkalan, Puguh Santoso.
“Berdasarkan neraca, ketersediaan beras sekitar 119.282 ton dan kebutuhan 105.486, sehingga mengalami surplus sekitar 13.796 ton, begitu juga dengan jagung (11.000 ton), daging sapi (75 ton) serta daging ayam (224 ton)” ujar Puguh.