JAKARTA – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) kembali menegaskan komitmennya dalam memperkuat implementasi pedoman gizi seimbang melalui percepatan konsumsi pangan yang Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA) berbasis potensi sumber daya lokal. Langkah ini dinilai sebagai strategi penting dalam mewujudkan sistem pangan nasional yang tangguh, mandiri, dan berkelanjutan.
Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan NFA, Rinna Syawal, menyampaikan bahwa konsumsi pangan B2SA yang berbasis pada pangan lokal tidak hanya mencerminkan kekayaan hayati dan budaya Indonesia, tetapi juga memperkuat ketahanan pangan mulai dari tingkat rumah tangga hingga nasional.
“Konsumsi pangan B2SA yang berbasis pada sumber daya lokal memperkuat fondasi kemandirian pangan kita. Ini bukan hanya soal ketersediaan bahan pangan, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat mengonsumsi makanan yang bergizi, berimbang, dan relevan dengan budaya lokal mereka,” ujar Rinna dalam keterangannya, Sabtu (12/4/2025).
Rinna menjelaskan, semangat yang sama juga disampaikannya dalam Diskusi Pedoman Gizi Seimbang dan Skor Pola Pangan Harapan dalam Pengendalian Berat Badan yang digelar Kamis lalu (10/4) bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Kesehatan, dan Badan Gizi Nasional. Dalam forum tersebut, kolaborasi lintas kementerian dan lembaga disambut baik sebagai langkah bersama untuk mempercepat transformasi pola konsumsi pangan masyarakat.
Ia menambahkan bahwa pendekatan B2SA yang mempertimbangkan kearifan lokal akan lebih efektif diterima dan diadopsi oleh masyarakat, sehingga mempercepat perbaikan pola makan ke arah yang lebih sehat dan berimbang.
Untuk mengukur sejauh mana konsumsi pangan masyarakat telah memenuhi prinsip gizi seimbang, Badan Pangan Nasional mengandalkan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebagai indikator. Skor PPH merepresentasikan keterpenuhan konsumsi kelompok pangan pokok, lauk pauk, sayuran, buah-buahan, minyak, lemak, dan gula dalam proporsi ideal.
“Kami mendorong seluruh pemerintah daerah menjadikan indikator PPH sebagai acuan dalam merancang intervensi kebijakan pangan dan gizi. Skor ini adalah cerminan kualitas konsumsi pangan masyarakat di suatu wilayah,” tambah Rinna.
Menurutnya, keberhasilan program ini sangat ditentukan oleh sinergi antarsektor. Kolaborasi antara Badan Pangan Nasional, Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan berbagai pemangku kepentingan menjadi fondasi penting dalam implementasi program strategis seperti edukasi konsumsi pangan B2SA, peningkatan layanan gizi, penguatan sistem peringatan dini kerawanan pangan dan gizi, serta pemantauan status gizi secara berkala.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi dalam keterangan terpisah menegaskan pentingnya implementasi nyata di daerah. Arief menyampaikan bahwa terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Potensi Sumber Daya Lokal harus menjadi landasan dan pedoman bagi semua pemerintah daerah dalam menyusun program pangan dan gizi yang terintegrasi.
“Kita memiliki kekayaan pangan lokal yang luar biasa. Kini, dengan hadirnya Perpres 81 Tahun 2024, kita juga memiliki pijakan hukum yang kuat. Sudah saatnya potensi lokal ini dimaksimalkan untuk menciptakan generasi Indonesia yang sehat dan berdaya saing,” tegas Arief.
Ia menambahkan, “Melalui kolaborasi, inovasi, dan komitmen bersama, mari kita jadikan pangan lokal sebagai kekuatan utama dalam membangun masa depan Indonesia yang lebih sehat, tangguh, dan mandiri.”
———————-
*Siaran Pers*
*Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA)*
127/R-NFA/IV/2025
12 April 2025
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
komunikasi@badanpangan.go.id
Telp : 087783220455