Denpasar - Badan Pangan Nasional (Bapanas) menegaskan pentingnya penguatan regulasi pangan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Hal tersebut disampaikan Deputi Penganekaragaman Pangan dan Keamanan Pangan Bapanas, Andriko Noto Susanto, saat mendampingi Kunjungan Kerja Panitia Kerja (Panja) RUU Pangan Komisi IV DPR RI di Denpasar, Bali, Jumat (21/11).
“Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan bahwa kedaulatan pangan harus menjadi roh utama dalam revisi UU Pangan. Pemenuhan kebutuhan pangan nasional harus mengutamakan produksi dalam negeri, meminimalkan impor, dan secara bertahap menghentikan ketergantungan pada komoditas luar negeri,” ujar Andriko.
Andriko menjelaskan bahwa dinamika global, penyusutan lahan pertanian, perubahan iklim, serta kebutuhan data pangan yang semakin presisi menuntut hadirnya sistem pangan nasional yang lebih terintegrasi dan adaptif. Menurutnya, revisi regulasi harus mampu menjawab tantangan tersebut secara komprehensif.
“Regulasi pangan ke depan harus memperkuat cadangan pangan nasional, meningkatkan efisiensi rantai pasok, menjamin perlindungan dalam ekosistem pangan secara berkelanjutan sebagai dasar pengambilan kebijakan,” tegasnya.
Ia menambahkan, Panja RUU Pangan Komisi IV DPR RI juga menyoroti pentingnya diversifikasi pangan lokal sebagai bagian dari strategi penguatan kedaulatan pangan. Salah satunya melalui dorongan substitusi hingga 30 persen konsumsi pangan lokal sebagai pengganti terigu untuk menekan ketergantungan impor gandum.
“Nah ini saya melihat usulan substitusi yang disampaikan pimpinan Komisi IV DPR RI ini sangat strategis karena tidak hanya memperkuat pasar petani lokal, tetapi juga membuka ruang tumbuhnya pangan Nusantara sehingga ketahanan dan kedaulatan pangan makin kokoh,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto, menegaskan bahwa revisi UU Pangan harus mampu menjawab tantangan nyata sektor pangan nasional, mulai dari tekanan perubahan iklim, penyusutan lahan, hingga ketergantungan impor, sekaligus selaras dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat kedaulatan dan swasembada pangan berkelanjutan. Ia menilai Bali melalui sistem Subak merupakan contoh tata kelola pangan berkelanjutan yang perlu mendapatkan perlindungan lebih kuat dalam regulasi baru.
“RUU Pangan harus memastikan perlindungan petani, menjamin akses air, mendorong digitalisasi pupuk, memperkuat pertanian organik, dan membuka ruang tumbuh UMKM pangan. Aspirasi masyarakat Bali—dari petani hingga pelaku usaha—adalah referensi penting dalam penyempurnaan kebijakan pangan nasional,” tegasnya.







