JAKARTA – Untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras sekaligus mendukung pengendalian inflasi daerah, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) bersama Perum Bulog mengambil langkah tegas dengan memperketat aturan penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Langkah ini diambil untuk mengantisipasi potensi terjadinya penyelewengan.
Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan NFA, Maino Dwi Hartono, menjelaskan bahwa sesuai hasil Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) Kemenko Bidang Pangan tanggal 13 Juli 2025, penyaluran beras SPHP dilakukan pada periode Juli hingga Desember 2025 dengan target 1,3 juta ton.
“Terkait yang penting, bahwa penyaluran ini maksimal 2 pack atau 10 kilo per konsumen, dan tentunya tidak boleh diperjualbelikan kembali,” ujar Maino dalam Rakor Pengendalian Inflasi Daerah di kantor Kemendagri, Senin (14/7/2025).
“Berikutnya yang tidak kalah penting, bahwa nanti dalam penyaluran SPHP, semua kemasan 5kg. Yang tentunya nanti di setiap outlet harus terpasang papan informasi baik itu berupa spanduk ataupun yang lainnya,” tambahnya.
Penyaluran SPHP beras ini difokuskan pada wilayah-wilayah dengan disparitas harga yang tinggi seperti Papua Tengah, Papua Barat, Maluku, dan Sulawesi. Penyaluran dilakukan melalui mitra pedagang beras di pasar tradisional, Gerakan Pangan Murah (GPM) dan outlet binaan Pemda, serta , Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
Untuk menjamin efektivitas dan akuntabilitas program, pengawasan dilakukan secara terpadu dengan melibatkan Kantor Staf Presiden (KSP), Satgas Pangan POLRI, serta Pemerintah Daerah. Harga beras SPHP tetap dijaga sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) berdasarkan zonasi: Zona 1 sebesar Rp12.500/kg, Zona 2 sebesar Rp13.100/kg, dan Zona 3 sebesar Rp13.500/kg.
Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, menegaskan bahwa pengetatan aturan ini penting untuk mencegah praktik tidak bertanggung jawab dalam penyaluran SPHP. Semua penyalur diwajibkan terdaftar di aplikasi Klik SPHP dan melaporkan aktivitas penyaluran beserta kelengkapan administrasinya.
"Jadi sekarang sudah kita buatkan aturan. Yang pertama, setiap kios-kios yang menjual Beras SPHP itu, kami buatkan surat pernyataan, bahwa sanggup tidak melanggar aturan sesuai dengan Juknis. Dan yang kedua, apabila melanggar siap diproses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Aturan tersebut itu sesuai dengan Undang-Undang Pangan, dendanya maksimal 2 miliar atau dengan masa tahanan 4 tahun, untuk memberikan shock therapy bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab," tegasnya.
Lebih lanjut, Rizal menjelaskan bahwa pengetatan ini juga merupakan bagian dari arahan Presiden Prabowo Subianto. Salah satu mekanismenya adalah pembatasan jumlah pengadaan di setiap outlet maksimal dua ton dalam satu kali transaksi.
“Dua ton tersebut bisa pesan lagi kalau sudah menjelang habis, kalau masih ada separuh atau lain sebagainya tidak boleh pesan lagi, kira-kira tinggal 10 persen atau tinggal 5 persen, baru boleh pesan untuk yang kedua kalinya,” imbuhnya.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi menekankan bahwa aturan ini bertujuan agar beras SPHP benar-benar tersalurkan kepada masyarakat yang membutuhkan, secara adil dan tepat sasaran.
“Langkah ini diharapkan mampu menekan laju inflasi pangan, melindungi daya beli masyarakat, dan memperkuat ketahanan pangan nasional, khususnya dalam menghadapi tantangan global,” jelas Arief.
Sejak penyaluran dimulai pada 12 Juli 2025, hingga saat ini, realisasi penyaluran beras SPHP telah mencapai 214.025 kg. Penyaluran akan terus dipercepat, terutama di wilayah yang menjadi barometer inflasi dan non sentra produksi.
---
*Siaran Pers*
*Badan Pangan Nasional / National Food Agency (NFA)*
272 /R-NFA/VII/2025
15 Juli 2025
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:
komunikasi@badanpangan.go.id
0877-8322-0455