Ketahanan pangan merupakan salah satu isu strategis nasional yang menjadi pondasi utama dalam menjaga stabilitas sosial, ekonomi, dan kesehatan Masyarakat terutama didalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, gejolak geopolitik, dan fluktuasi harga pangan dunia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Plt. Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Sarwo Edhy saat membuka Sosialisasi dan Pengembangan Kapasitas dalam Analisis Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) Tahun 2025 di Jakarta, Senin (14/4/2025).
Sarwo Edhy menegaskan bahwa Badan Pangan Nasional berkomitmen menjaga dan memperkuat tata kelola sistem pangan guna memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan aman. “Dalam upaya antisipasi kerawanan pangan, NFA melakukan berbagai langkah strategis, baik di tingkat pusat dan daerah melalui kegiatan kewaspadaan pangan yang terkoordinasi dengan berbagai pihak terkait” ucapnya.
“Kewaspadaan pangan di tingkat pusat dan daerah dilaksanakan melalui dua kegiatan prioritas utama, diantaranya yakni penyusunan Sistem Peringatan Dini Kerawanan Pangan dan Gizi (SKPG) secara periodik oleh pemerintah pusat dan daerah sebagai salah satu alat/tools early warning system dalam menetapkan dasar kebijakan pangan” papar Sarwo.
Lebih lanjut, Sekretaris Utama NFA ini menyebutkan peran penting Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). “Sebagai instrumen strategis dalam mengantisipasi dan mengatasi potensi kerawanan pangan di berbagai daerah. SKPG dibangun berdasarkan hasil analisis menyeluruh dari tiga pilar utama ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan,” tuturnya.
Melalui pemanfaatan SKPG secara optimal, Badan Pangan Nasional menargetkan penurunan angka kerawanan pangan menjadi 11% pada tahun 2025, sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan yang inklusif dan berkelanjutan.
Sementara itu Direktur Kewaspadaan Pangan NFA, Nita Yulianis menerangkan bahwa NFA mendorong pemerintah daerah untuk menyusun Analisis Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) sebagai konsekuensi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. “Upaya ini merupakan bagian penting dari peran strategis pemerintah daerah dalam mengantisipasi, mengidentifikasi, dan menangani potensi kerawanan pangan di wilayah masing-masing” ungkap Nita.
“Kami tetap mendorong daerah untuk terus aktif melaksanakan dan melaporkan SKPG meskipun tidak ada alokasi anggaran dekonsentrasi tahun ini, karena hasil analisis SKPG dapat dimanfaatkan dan sudah dilakukan untuk intervensi bantuan pangan” jelas Nita lebih lanjut.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi di tempat berbeda menyampaikan bahwa SKPG berfungsi sebagai sistem deteksi dini guna mengidentifikasi wilayah dan kelompok masyarakat yang rentan terhadap kerawanan pangan. “Penyusunan SKPG ini sangat penting agar pemerintah daerah memiliki data dan informasi yang akurat untuk merancang intervensi kebijakan yang tepat sasaran,” tegas Arief.
Sosialisasi yang dilaksanakan secara hybrid dihadiri oleh 505 penanggung jawab dan petugas aplikasi SKPG dari dinas yang membidangi urusan pangan dari 16 Provinsi dan 273 Kab/Kota.