Susut dan Sisa Pangan (SSP) atau Food Loss and Waste (FLW) menjadi isu yang mendapat banyak perhatian baik di Indonesia maupun dunia, karena dampak yang ditimbulkan tidak hanya terbatas pada ekonomi, tetapi juga mencakup aspek gizi serta lingkungan sehingga memerlukan perhatian serius dari semua pihak
Direktur Kewaspadaan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional/National Food Agency NFA Nita Yulianis mengungkapkan komitmen Badan Pangan Nasional dalam upaya mencegah dan mengurangi SSP di Indonesia melalui Gerakan Selamatkan Pangan (GSP).
“Prinsip sirkular ekonomi sangat mungkin dilakukan dengan pemanfaatan pangan berlebih menjadi inovasi pangan baru maupun pemanfaatan sebagai pangan yang bernilai ekonomi tinggi” ujarnya saat menjadi narasumber pada Policy Dialogue “Incentivizing Food Loss and Waste Tech” yang selenggarakan oleh Bappenas di Jakarta, Selasa (30/10/2024).
Lebih lanjut, pemerintah telah menetapkan target pengelolaan SSP sebesar 50 persen pada tahun 2030 dan 75 persen pada tahun 2045 dalam 'Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan Dalam Mendukung Pencapaian Ketahanan Pangan Menuju Indonesia Emas 2045' yang telah diluncurkan beberapa waktu lalu.
“Kami optimis hingga tahun 2045 total SSP dapat ditekan hingga sekitar 60 ribu ton, total susut pangan diproyeksikan turun hingga sekitar 20 ribu ton, dan total sisa pangan menurun pula di kisaran 40 ribu ton” papar Nita.
Memperkuat penanganan SSP, NFA mendorong adanya regulasi yang dapat menjadi dasar tata kelola SSP yang berlaku di Indonesia. "Setelah ada peta jalan, harus ada regulasi yang mendasari. Saat ini Badan Pangan Nasional sedang memproses rancangan peraturan Presiden. Muatannya adalah bagaimana menyiapkan tata kelola yang baik terkait penyelamatan pangan dalam kerangka food loss and waste. Ini akan menjadi pedoman bagi pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat. Kami sangat optimis ini akan efektif diterapkan nantinya" ungkap Nita.
Regulasi yang dapat menyentuh hingga ke masyarakat cukup urgen, karena sektor rumah tangga berkontribusi cukup besar dalam SSP. Menurut laporan ‘Food Waste Index 2024’ yang disusun ‘United Nations Environment Programme’ menyebutkan di tahun 2022, food waste secara global diperkirakan terjadi sampai 1,05 miliar ton makanan. Ini tersebar di sektor ritel, jasa makanan, sampai rumah tangga. Jumlah itu setara dengan rerata 132 kilogram per kapita per tahun, yang sebagian besarnya atau 59,85 persen bersumber dari sektor rumah tangga dengan rerata 79 kilogram per kapita per tahun.
Nita Yulianis juga menyampaikan bahwa upaya pencegahan pemborosan pangan dibutuhkan keterlibatan multi stakeholder yaitu ABCGM (Academician, Bussiness, Comunity, Government dan Media) serta keterlibatan mitra kerja internasional. Selanjutnya perlu terus digencarkan peran generasi muda untuk perubahan perilaku.
Hal ini senada dengan arahan Kepala NFA Arief Prasetyo Adi yang senantiasa meminta adanya sinergisitas dalam mengatasi tantangan pangan. "Kita tidak bisa bergerak sendiri, harus ada kesinambungan. Untuk itu, Badan Pangan Nasional dalam mengatasi SSP harus bergandengan tangan dengan banyak pihak" tegasnya.
Dalam kegiatan tersebut Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas dalam paparannya yang disampaikan oleh Koordinator Bidang Pangan Ifan Martino memaparkan tentang Food Loss and Waste dalam Agenda Transformasi Sistem Pangan di Indonesia.
“Sesuai RPJPN 2025-2045, salah satu prioritas ekonomi sirkular yaitu Pencegahan dan Pemanfaatan SSP. Pada RPJMN 2025-2029, Pengelolaan SSP telah masuk ke Prioritas Nasional 2 dengan sasaran berkurangnya SSP salah satunya adalah melalui pemanfaatan teknologi digital (AI, Digital Platform, IoT dll) serta dengan penerapan sistem insentif dan disinsentif” tutur Ifan.