Fortifikasi pangan merupakan salah satu upaya percepatan perbaikan gizi masyarakat untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Upaya ini juga telah tertuang dalam Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan agar dapat dikawal dan dilaksanakan oleh Pemerintah, termasuk Lembaga Pemerintah yang menangani urusan Pangan.
Menindaklanjuti hal tersebut, Badan Pangan Nasional melaksanakan kajian dalam rangka penyusunan Standar Beras Fortifikasi (SNI). Sebagai bahan pangan pokok masyarakat Indonesia, beras menjadi media yang ideal untuk menjadi pangan yang difortifikasi. Kajian tersebut nantinya akan menjadi database kandungan zat gizi baik yang secara alami ada pada beras maupun zat gizi yang ada pada beras fortifikasi.
”Fortifikasi merupakan upaya pemerintah dalam mengatasi hidden hunger yang terjadi di masyarakat, setelah adanya fortifikasi wajib pada minyak goreng, garam dan tepung terigu. Regulasi terkait beras fortifikasi nantinya diharapkan dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan Fortifikasi Beras sehingga dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan zat gizi harian masyarakat, dalam mewujudkan target Indonesia Emas 2045 dapat tercapai,” jelas Yusra Egayanti selaku Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan NFA.
Pada awal Juni 2024, telah dilakukan sampling pada Beras, Beras Fortifikasi dan Kernel Beras Fortifikan atau Fortified Rice Kernel (FRK) di beberapa wilayah diantaranya Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta. Kini semua sampel sedang dalam tahap pengujian di laboratorium untuk mengetahui jenis dan jumlah zat gizinya. Selanjutnya, data hasil pengujian tersebut akan menjadi data pendukung dalam penyusunan Standar Beras Fortifikasi.
“Diharapkan dengan adanya kajian beras fortifikasi ini mampu menjadi penggagas untuk menjawab tantangan isu strategis terkait defisiensi zat gizi mikro, sehingga dapat meningkatkan kualitas konsumsi zat gizi di masyarakat,” jelasnya.