Pada konteks nasional, Indonesia menghadapi tantangan serius terkait kondisi pangan yang tidak terlepas dari situasi pangan global. Menurut Global Report on Food Crisis 2022, dunia saat ini dihadapkan pada ancaman krisis pangan global, dengan 53 negara/kawasan dan peningkatan jumlah penduduk yang mengalami krisis pangan mencapai 193 juta jiwa pada tahun 2021.
Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) melalui Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Andriko Noto Susanto, memaparkan penguatan diversifikasi pangan sebagai kanal strategis menuju Indonesia tanpa kemiskinan dan kelaparan pada Orasi Kebangsaan dan Talkshow Dies Natalis ke-46 PERAGI di Bogor (21/11/23).
"Indonesia, sebagai negara agraris, tengah merangkul strategi diversifikasi pangan sebagai kunci utama untuk mengatasi ancaman kemiskinan dan kelaparan. Dalam konteks upaya mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), Pemerintah Indonesia bersama dengan para pemangku kepentingan, terus menggalakkan pengembangan penganekaragaman dan konsumsi pangan yang beragam," ujar Andriko.
Data dari Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Food Programme (WFP) menunjukkan bahwa diversifikasi pangan memiliki dampak signifikan dalam menurunkan risiko ketidakpastian pangan. Melalui perluasan varian pangan yang dikonsumsi, Indonesia dapat meminimalkan ketergantungan pada satu jenis komoditas, menciptakan ketahanan pangan yang lebih kuat, serta merangsang pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian.
Tantangan global seperti perubahan iklim dan krisis pangan memaksa Indonesia untuk terus mengembangkan inovasi strategis guna memastikan kemandirian dan kedaulatan pangan. "Diversifikasi pangan muncul sebagai jawaban progresif yang tidak hanya mendiversifikasi pola konsumsi masyarakat, tetapi juga memberikan kontribusi pada ketahanan pangan nasional. Dengan menggagas produksi dan konsumsi pangan yang lebih beragam, Indonesia dapat memitigasi risiko terhadap fluktuasi harga komoditas utama, memperkuat daya saing ekonomi, dan pada akhirnya, mewujudkan Indonesia tanpa kemiskinan dan kelaparan," tambah Andriko.
Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) juga memandang pentingnya peran aktif dalam membantu pemerintah mengatasi tantangan pertanian dan pangan saat ini. Dalam sambutannya, Ketua Umum PERAGI Prof. Dr. Ir. Andi Muhammad Syakir, MS. menyatakan tiga poin strategis sebagai bentuk dukungan, yaitu Intensifikasi Pertanian di Lahan Eksisting, Ekstensifikasi Pertanian di Lahan Berpeluang dan Diversifikasi Pangan Lokal.
"PERAGI juga menyadari tantangan yang akan dihadapi di masa depan, termasuk perubahan iklim global, kelangkaan sumber daya lahan, air, dan sarana produksi, serta kemungkinan berkembangnya varian hama penyakit. Oleh karena itu, PERAGI mendorong adopsi teknologi yang adaptif untuk mengatasi berbagai hambatan tersebut," ungkap Andi.
Saat ini, PERAGI juga bertanggung jawab atas alih generasi pelaku agronomi dan petani. Mahasiswa-mahasiswa pertanian dari berbagai perguruan tinggi diundang untuk berpartisipasi dalam upaya menciptakan keberlanjutan pertanian di Indonesia. Sebagai langkah nyata, pada acara Dies Natalis, PERAGI mengundang narasumber orasi kebangsaan dan berbagai pihak terkait untuk bersama-sama merumuskan solusi yang efektif.
Sejalan dengan arahan Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, yang menyatakan bahwa masalah pangan adalah tanggungjawab bersama, Andriko mengapresiasi upaya PERAGI yang sejalan dengan komitmen Pemerintah mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 1 dan nomor 2, yaitu Indonesia tanpa kemiskinan dan Indonesia tanpa kelaparan.