JAKARTA – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menegaskan pentingnya harmonisasi kebijakan dan strategi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkan ketahanan pangan yang tangguh dan inklusif. Hal ini menjadi fokus utama dalam Rapat Koordinasi bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan SPI Perum Bulog yang digelar di Jakarta, Selasa (16/7).
Direktur Pengendalian Kerawanan Pangan NFA, Sri Nuryanti, menyampaikan bahwa salah satu pendekatan utama dalam pengentasan kerawanan pangan adalah melalui pemanfaatan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (FSVA) dan Indeks Ketahanan Pangan (IKP).
“Kita tidak bisa mengentaskan daerah rentan rawan pangan tanpa rujukan data yang akurat dan terintegrasi. FSVA dan IKP memberi gambaran komprehensif tentang di mana, mengapa, dan siapa yang harus melakukan intervensi melalui program dan kegiatan untuk memperbaiki kinerja pilar-pilar ketahanan pangan,” ujar Sri Nuryanti.
Tenaga Ahli AKN VII Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Anhar Fauzan menyampaikan apresiasi atas langkah NFA dalam memperkuat sistem ketahanan pangan nasional. NFA dinilai telah membangun sistem informasi ketahanan pangan secara komprehensif melalui FSVA dan IKP yang melibatkan multipihak, termasuk para pakar, kementerian/lembaga pusat, dan pemerintah daerah. Selain itu, peran NFA sebagai risk taking unit dalam pembangunan ketahanan pangan dinilai strategis, mengingat indikator kinerja utamanya mencerminkan langsung kondisi kerentanan pangan di daerah.
“Sebagai risk taking unit, peran Badan Pangan Nasional perlu diperkuat dengan dukungan BUMN Pangan yang berada dalam wilayah pengawasan AKN VII. Untuk itu, penting dibangun risk profile dan risk management module agar peta peran masing-masing pihak, baik kementerian/lembaga maupun multipihak, semakin jelas dan terkoordinasi dalam mengelola risiko ketahanan pangan nasional,” ujar Anhar.
Berdasarkan FSVA 2024, tercatat 12 persen wilayah kabupaten/kota di Indonesia masuk kategori rentan rawan pangan. Pemerintah menargetkan penurunan menjadi 11,5 persen pada 2025 dan turun lebih lanjut menjadi 9,5 persen pada 2029, melalui penguatan kegiatan prioritas yang diamanatkan RPJMN 2025-2029 kepada Badan Pangan Nasional.
“Sesuai hasil perhitungan FSVA Tahun 2024, wilayah rentan rawan pangan (prioritas 1-3) turun 12%, capaian tersebut merupakan hasil sinergi dan kolaborasi lintas sektor di tingkat pusat dan daerah. Jumlahnya turun menjadi 62 kabupaten/kota dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 68 kabupaten/kota,”jelas Sri Nuryanti.
IKP disusun dengan metodologi pembobotan berbasis expert judgement, mengacu pada Global Food Security Index (GFSI) yang dikembangkan oleh The Economist Intelligence Unit. Indeks ini memotret kondisi ketahanan pangan suatu wilayah secara menyeluruh dan memberi peringkat komparatif antarwilayah. “IKP bukan hanya angka, tetapi ukuran keberhasilan pengintegrasian program dan kegiatan lintas sektor dalam membangun ketahanan pangan wilayah. FSVA dan IKP hendaknya digunakan sebagai landasan alokasi program dan dukungan lintas sektor,”tegas Sri Nuryanti.
FSVA dan IKP tidak hanya dimanfaatkan untuk kebijakan pangan, tetapi juga untuk mendukung program nasional lain seperti penurunan prevalensi balita stunting, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan desa.“Ini adalah bukti bahwa ketahanan pangan bukan sektor yang berdiri sendiri. Kita berbicara lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas kementerian/lembaga,” tandas Sri Nuryanti.
“Kita tidak bisa bergerak sendiri. Ketahanan pangan adalah kerja kolektif. Saat data dan arah kebijakan sudah jelas, maka tinggal komitmen kita bersama untuk melaksanakannya secara konsisten,”tambah Sri Nuryanti.
Dalam kesempatan kesempatan terpisah, Kepala NFA Arief Prasetyo Adi juga mendorong peningkatan kolaborasi antara pemerintah pusat, pemda, akademisi, mitra pembangunan, serta BUMN pangan. Kolaborasi ini menjadi fondasi penting dalam membangun sistem pangan nasional yang adaptif terhadap perubahan iklim, krisis global, dan dinamika sosial-ekonomi masyarakat."Kami optimis dengan berbagai program intervensi lintas K/L terutama BUMN Pangan yang telah dilaksanakan, terjadi perbaikan dari tahun ke tahun, kualitas ketahanan pangan nasional semakin membaik,’’ujarnya.
‘’Berbagai upaya pengendalian rawan pangan lintas sektoral baik pusat dan daerah juga harus kita dorong, sehingga target kita bersama tahun 2025 turun menjadi 11,5 persen (jumlah daerah rawan pangan)," tambah Arief.