Pembangunan ketahanan pangan dan gizi sangat kompleks, penanganannya perlu kerjasama yang harmonis dari multi sektor.
Tiga isu utama yang disepakati aksinya, untuk mengatasi masalah pangan dan gizi adalah (1). Transformasi sistem pertanian- pangan sesuai kondisi sekarang; (2). Masalah gizi masyarakat dan (3). Ketersediaan lahan dan air. Demikian dikatakan Agung Hendriadi, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian dalam workshop Pemantauan dan Evaluasi Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi Provinsi Regional Tengah dan Timur di Yogyakarta (24-11).
Untuk mengatasi ketiga isu tersebut, diminta agar para perencana program dan anggarannya fokus pada daerah rentan rawan pangan berdasarkan peta Ketahanan Pangan dan Kerentanan Pangan, khususnya prioritas 3 dan 4.
"Di Era Global, persaingan terjadi di seluruh bidang usaha. Kualitas SDM merupakan faktor kunci dalam memenangkan persaingan, terutama menyiapkan SDM Indonesia yang sehat, berkualitas dan memiliki keterampilan serta berdaya saing tinggi," jelas Agung.
Kekhawatiran terhadap rendahnya kualitas SDM, berawal pada masalah gizi saat usia dini. "Pendekatan yang efektif untuk memperbaiki status gizi adalah dengan melibatkan berbagai sektor terkait," tegas Agung.
"Pemerintah berkomitmen, kita siap mencapai target SDG’s, menurunkan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja di pedesaan dan memberantas masalah terkait gizi buruk," kata Agung.
Peraturan Presiden No. 83/2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi (KSPG) mengamanatkan penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) kepada seluruh kementerian teknis dan penyusunan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) oleh Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Lima pilar RAN-PG sesuai Perpres 83/2017 (1). Perbaikan gizi masyarakat; (2). Peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam; (3). Mutu dan keamanan pangan; (4). Perilaku hidup bersih dan sehat dan (5). Koordinasi pembangunan pangan dan gizi.
"Kelima pilar ini harus dilaksanakan secara komprehensif agar pembangunan pangan dan gizi dapat terwujud," tegas Agung.
Berdasarkandata pola konsumsi menunjukkan bahwa beras/nasi masih mendominasi porsi menu konsumsi masyarakat, yaitu sebesar 60 %.
"Idealnya konsumsi beras/nasi hanya sebesar 50% agar dapat hidup lebih sehat, aktif dan produktif," jelas Agung.
Untuk itu Agung mengajak agar masyarakat merubah pola pikir, bahwa beras bukan satu-satunya pangan sumber karbohidrat. "Banyak sumber pangan lokal seperti umbi-umbian, sukun, jagung, sagu dan lain-lain yang memiliki nilai gizi setara dengan beras," jelas Agung.
Untuk itu, Agung mengharapkan seluruh daerah mengembangkan potensi sumber pangan lokal, khususnya peningkatan produksi bahan pangan sumber protein hewani, sayur dan buah.
Untuk memenuhi kecukupan pangan dan gizi, harus didukung dengan peningkatan produksi yang bersifat ekponensial (tidak linier), dengan berbagai upaya seperti: Inovasi Teknologi, Intensifikasi, Ekstensifikasi, Pendampingan, Penyediaan modal usaha, dan Akses terhadap pasar.
Untuk mencukupi kecukupan pangan dan gizi Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian memiliki beberapa program unggulan, antara lain Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), Program Kawasan Mandiri pangan (KMP), dan Gerakan Diversifikasi Konsumsi Pangan yang ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan dan perbaikan gizi mulai dari rumah tangga.
Dukungan penanganan masalah pangan dan gizi, tidak hanya oleh Dinas yang menangani Pangan dan Kesehatan, juga mitra kerja dinas baik pemerintah (lintas SKPD) swasta bahkan lembaga masyarakat perlu dilibatkan dalam mewujudkan ketahanan pangan dan gizi.
Acara ini dihadiri para Kepala Bappeda dari provinsi dan kabupaten, dan pembicara lain Deputi Menteri PPN/Bappenas bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Prof. Dr. Fasli Jalal.