Stok Cadangan Pangan Pemerintah (CPP) yang dikelola BUMN pangan mesti disiapkan dan diperkuat untuk menghadapi dinamika produksi dan konsumsi pangan khususnya beras secara bulanan di akhir tahun 2024 dan awal tahun 2025.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengutarakan fungsi krusial dari penguatan CPP tersebut dan telah mendorong Perum Bulog untuk terus melakukan penyerapan dalam negeri serta menuntaskan penugasan dari pemerintah.
"Dua tahun ini, saya berterima kasih kepada Kementerian Keuangan yang telah memberikan fasilitas subsidi bunga pinjaman dalam rangka penguatan stok CPP, sehingga sampai dikeluarkan plafond pinjaman hingga Rp 28,7 Triliun dan dari itu diberikan subsidi bunga," ungkapnya saat menghadiri diskusi kelompok terarah yang mengangkat topik 'Kebijakan CPP Jangka Menengah dan Jangka Panjang' di Jakarta pada Rabu (11/9/2024).
Sebagaimana diketahui, sejak awal 2024, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberikan fasilitas subsidi bunga pinjaman kepada BUMN pangan untuk pengadaan CPP. Kisaran besaran subsidi bunga pinjaman yang ditetapkan antara 3 sampai 4,5 persen melalui 2 skema yakni skema dengan penjaminan dari pemerintah dan skema tanpa penjaminan. Dengan itu, BUMN pangan dapat menjalin kerja sama dengan HIMBARA (Himpunan Bank Milik Negara), ASBANDA (Asosiasi Bank Pembangunan Daerah), dan juga bank swasta.
Arief menegaskan bahwa penyerapan Bulog harus terus diperkuat untuk mengantisipasi tren produksi bulanan yang berada di bawah konsumsi bulanan pada Oktober mendatang. "Di Oktober nanti, lalu November dan Desember sampai Januari Februari tahun depan harus diantisipasi mengingat pada periode tersebut panen rendeng volumenya lebih sedikit dari panen raya. Jadi Bulog tetap harus punya stok," tandasnya.
"Oleh karena itu, penugasan penyerapan beras dalam negeri kepada Perum Bulog harus dikerjakan. Jadi Bulog itu memang harus kuat. Cadangan Pangan Pemerintah harus ada. Bulog ke depan kalau ada harga petani yang sedang jatuh, segera dibeli dan disimpan dengan infrastruktur penyimpanan yang ada dan jadikan CPP," terang Arief.
"Perlu ada alternatif pendanaan lain bagi Bulog dan ID FOOD demi penguatan CPP. BUMN butuh injeksi dari negara, sulit kalau mengandalkan skema pinjaman perbankan saja. Jangan lupa besok pemimpin selanjutnya akan sangat cepat. Jadi kita akan perkuat pangan nasional, salah satunya dengan Cadangan Pangan Pemerintah," pungkas Kepala NFA Arief Prasetyo Adi.
Dalam diskusi kelompok terarah hari ini, dipaparkan pula laporan kajian tentang penguatan CPP jangka menengah dan jangka panjang. Ini merupakan hasil kolaborasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Beberapa poin penting antara lain kebutuhan CPP untuk komoditas strategis seperti beras, jagung, kedelai, daging ruminansia, dan daging unggas diproyeksikan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan populasi, permintaan pangan nasional, dan mitigasi kejadian bencana dan rawan pangan.
Di samping itu, disebutkan pula peningkatan kebutuhan beras dan kedelai terjadi secara konsisten, karena masih memegang peran penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. CPP berperan penting di hulu dan hilir. Di hulu, menjadi instrumen penting dalam menyerap hasil produksi petani, peternak, dan nelayan. Di hilir, penyaluran CPP digunakan untuk sebagai upaya meningkatkan angka kecukupan gizi (AKG), mengendalikan harga komoditas pangan di pasar, dan membantu menanggulangi korban bencana.
Turut hadir dalam diskusi hari ini antara lain Wakil Direktur Utama Perum Bulog Marga Taufiq; Direktur Transformasi & Hubungan Kelembagaan Perum Bulog Sonya Mamoriska; Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto; Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan NFA Rachmi Widiriani; Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan NFA Maino Dwi Hartono; Kepala Biro Perencanaan, Kerja Sama, dan Humas NFA Budi Waryanto; Kepala Biro Keuangan, Pengadaan, dan Umum NFA Enny Indarti; beserta perwakilan dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.