JAKARTA – Pemerintah terus melakukan pengendalian inflasi khususnya yang disebabkan tekanan inflasi pangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat inflasi Indonesia (yoY) pada bulan Juli 2022 sebesar 4,94%, di mana salah satu penyebab utama kenaikan tersebut adalah inflasi pangan yang saat ini mengalami peningkatan.
Dalam rangka pengendalian inflasi pangan tersebut, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) telah menyiapkan sejumlah rencana aksi dan extra effort pengendalian inflasi nasional diantaranya terus meningkatkan mobilisasi pangan dari daerah surplus ke daerah defisit untuk menjaga stabilitas harga. Hal tersebut disampaikan Kepala NFA Arief Prasetyo Adi, usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengendalian Inflasi Tahun 2022, di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/08/2022).
Arief mengatakan, stabilisasi harga pangan dapat dilakukan melalui mobilisasi sejumlah komoditas penyebab inflasi seperti bawang merah, jagung, cabai, dan daging dari wilayah surplus ke wilayah defisit untuk memangkas disparitas. “Langkah ini menjadi salah satu prioritas yang akan terus digenjot volume dan intensitasnya,” ujarnya.
Menurutnya, sampai dengan Juli 2022, NFA telah memobilisasi bawang merah sekitar 37 ribu kg dari sentra produksi di Bima ke Palembang, Bangka, dan temanggung. Demikian juga komoditas jagung, sampai dengan 8 Agustus 2022, NFA telah memobilisasi 2,7 juta kg jagung dari NTB dan Sumatera Selatan ke sejumlah kabupaten/kota di pulau Jawa.
Untuk komoditas cabai rawit merah, Arief menambahkan, sampai bulan Juli 2022, NFA telah melakukan pendistribusian 79 ribu kg cabai dari sentra produksi di Wajo, Sulawesi Selatan, ke Pulau Jawa. Sedangkan, untuk stabilisasi daging, NFA berkerjasama dengan PT Berdikari dan Asosiasi Pedagang Daging memobilisasi 1.405 ekor sapi hidup guna memenuhi kebutuhan daging di DKI Jakarta dan sekitarnya.
Arief menjelaskan, mobilisasi komoditas pangan tersebut dilakukan melalui kolaborasi dengan berbagai stakeholder pangan. Untuk kebutuhan offtake dan logistik pihaknya menggandeng BUMN Pangan, swasta, dan asosiasi.
“Intinya kita menjadi penghubung dari wilayah yang surplus dengan wilayah defisit, juga penghubung petani dan peternak dengan offtaker serta asosiasi. Semuanya dilakukan dengan mekanisme B2B antara penjual dan pembeli. Dalam aksi ini NFA memberikan subsidi biaya transportasi agar saat tiba di lokasi tujuan, harga jual komoditas tetap wajar,” terangnya.
Menurut Arief, upaya ini telah sejalan dengan apa yang disampaikan Presiden RI Joko Widodo dalam pembukaan Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2022 hari ini. Di mana Presiden menyampaikan agar Tim Pengendali Inflasi melakukan monitoring ketersediaan pangan di masing-masing daerah, sehingga dapat dihubungkan antara daerah yang memiliki pasokan melimpah dengan yang defisit.
Lebih lanjut, Arief mengatakan, selain mobilisasi pangan antar daerah upaya mengamankan rantai pasok dari hulu hingga hilir juga harus dilakukan melalui penguatan infrastruktur pangan. NFA telah mendata daerah yang membutuhkan bantuan sarana infrastruktur, diutamakan daerah sentra produksi dan wilayah rentan rawan pangan dan gizi. Infrastruktur yang akan disalurkan seperti reefer container atau cold storage yang fungsinya dapat memperpanjang masa simpan produk pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan.
Selain langkah-langkah tersebut, pada periode Agustus sampai dengan September ini NFA juga telah melakukan rencana aksi pengendalian inflasi lainnya, seperti penetapan harga acuan untuk menjaga stabilisasi harga di tingkat produsen dan konsumen, operasi pasar melibatkan stakeholder pangan, dan monitoring ketersediaan pasokan dan harga pangan melalui aplikasi Panel Harga Pangan.
“Seperti yang disampaikan Bapak Presiden dalam pembukaan Rakornas hari ini, kita tengah menghadapi kondisi yang tidak biasa. Untuk itu, kita tidak bisa lagi bekerja dengan cara-cara yang biasa. Upaya terbaik terus kami lakukan untuk menjaga agar inflasi pangan tidak semakin tinggi. Sejumlah langkah konkrit telah kami lakukan dan siapkan,” ujarnya.
Arief mengatakan, idealnya tingkat inflasi pangan berada di bawah 5% sehingga tidak membebani tingkat inflasi nasional yang per Juli 2022 lalu berada di angka 4,94%. Tekanan inflasi pangan tersebut terutama bersumber dari kenaikan harga komoditas global akibat ketegangan geopolitik di sejumlah negara yang berdampak pada terganggunya mata rantai pasokan global. Efeknya sejumlah negara melakukan kebijakan proteksionisme pangan untuk melindungi kebutuhan pangan dalam negerinya masing-masing. Faktor perubahan iklim turut berkontribusi pada terganggunya produksi komoditas pangan di dalam negeri dan sejumlah negara yang mengakibatkan ketidakmerataan stok antar daerah.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam laporannya mengatakan, harga pangan hari ini relatif stabil. Harga beras rata-rata berada di kisaran Rp 10 ribu per kg. Volatility pangan sudah relative terkendali.
——————————
*Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:*
komunikasi@badanpangan.go.od
Telp : 087783220455
*Siaran Pers*
*Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA)*
56/R-NFA/VIII/2022
18 Agustus 2022