Dalam upaya pengendalian kerawanan pangan dan mendukung percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagaimana tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) terus menggencarkan konsolidasi bersama Kementerian/Lembaga terkait dan Pemerintah Daerah melalui kolaborasi intervensi pengendalian kerawanan pangan.
“Kegiatan intervensi tahun ini hadir untuk mengurangi beban pengeluaran pangan, mengentaskan daerah rentan rawan pangan, menguatkan daerah tahan pangan, serta mendukung percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.” Jelas Sri Nuryanti, Direktur Pengendalian Kerawanan Pangan NFA ditemui pada pembukaan Sosialisasi Petunjuk Teknis Kegiatan Intervensi Pengendalian Kerawanan Pangan Tahun Anggaran 2024 di Surabaya (21/3).
Nuryanti mengungkapkan, kegiatan tersebut sebelumnya telah dilaksanakan pada tahun 2023 namun masih bersifat uji coba/piloting dan pada tahun ini kegiatan intervensi pengendalian kerawanan pangan tersebut akan dilaksanakan di 20 kabupaten/kota yang tersebar pada 8 provinsi yaitu Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua dengan jumlah penerima bantuan pangan sebanyak 45.000 Kepala Keluarga atau 180.000 jiwa.
“Perlu kami informasikan bahwa kelompok penerima manfaat bantuan pangan kegiatan intervensi pengendalian kerawanan pangan menggunakan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) bagi kelompok pengeluaran 10% terbawah (desil 1). Pemilihan desa diperoleh dari agregasi jumlah keluarga desil 1 pada desa di kabupaten/kota terpilih. Sedangkan data penerima manfaat bantuan pangan menggunakan data BNBA (by name by address) P3KE dari Kemenko PMK RI, sehingga pemyampaian kepada daerah yang menjadi lokus dilakukan dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST)” ujar Nuryanti.
Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa jenis bantuan yang diberikan adalah pangan segar dan/atau bahan olahan yang mempunyai kandungan protein hewani tinggi, seperti kornet sapi, sarden ikan, garam beryodium, minyak goreng, bihun jagung, serta kacang hijau. Selain itu, Nuryanti juga menekankan bahwa kegiatan intervensi tersebut bersifat stimulan atau tidak bersifat rutin setiap bulan. Penyampaian bantuan akan dilakukan setelah adanya verifikasi dan validasi calon penerima bantuan oleh pihak provinsi bersama dengan kabupaten/kota.
“Berdasarkan hasil Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan/Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) tahun 2023, masih ditemui daerah rentan rawan pangan sebanyak 68 kabupaten/kota yang tersebar di wilayah Indonesia Timur, wilayah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), dan wilayah kepulauan. Meskipun jumlahnya mengalami penurunan, yaitu dari 14% pada 2022 dan menjadi 13% pada 2023, ini tetap menjadi perhatian dan kewajiban kita untuk terus mengupayakan pengentasan daerah rentan rawan pangan agar menjadi tahan pangan serta turut menurunkan angka kemiskinan ekstrem.” tegas Nuryanti.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, “Pemberian bantuan pangan harus menyasar kepada masyarakat miskin dan yang mengalami rawan pangan, selain untuk mengupayakan pertambahan daerah tahan pangan juga untuk mensukseskan target Sustainable Development Goals (SDGs) seperti arahan bapak presiden, khususnya tujuan SDG-1, yaitu pengentasan kemiskinan dan tujuan SDG-2, yaitu mengakhiri kelaparan.” kata Arief ditemui secara terpisah.
Nuryanti menambahkan, kegiatan intervensi tersebut juga sebagai salah satu bentuk pemenuhan tanggung jawab tugas NFA dalam hal pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran bantuan pangan bagi masyarakat berpendapatan rendah dan terdampak bencana, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden No. 66 tahun 2021.
Deputi bidang Kerawanan Pangan dan Gizi NFA, Nyoto Suwignyo juga dalam sambutannya secara terpisah menyampaikan bahwa keberhasilan kegiatan ini sangat ditentukan oleh komitmen bersama dalam mendukung pelaksanaannya dan menekankan agar kepala dinas yang menyelenggarakan urusan di bidang pangan baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk berperan aktif pada pelaksanaan kegiatan tersebut.
“Saya harap bapak ibu dapat mengawal pelaksanaan kegiatan intervensi ini dari proses verifikasi calon penerima, SPTJM, hingga pembagian bantuan pangan kepada penerima sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan baik dan memenuhi prinsip 6T, Tepat sasaran, Tepat jumlah, Tepat waktu, Tepat kualitas, Tepat harga, dan Tepat administrasi.” harap Nyoto.
Disampaikan pula oleh Nyoto bahwa melalui sinergi pentahelix dari berbagai pihak yang menyelenggarakan urusan bidang pangan, baik dari pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, akan menghasilkan hasil yang baik demi satu visi membangun pangan kuat Indonesia berdaulat.