Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema "Merancang Strategi Baru Peganekaragaman Konsumsi Pangan sebagai Basis Kemandirian dan Kedaulatan Pangan Nasional". FGD yang digelar di Yogyakarta, Sabtu (20/1/24), dihadiri oleh para akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, serta perwakilan dari Kementerian Pertanian dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Dalam sambutannya, Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto, menyampaikan bahwa penganekaragaman konsumsi pangan merupakan salah satu pilar penting dalam mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan. "Penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat, pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia masih didominasi oleh konsumsi karbohidrat, minyak dan lemak, kita kurang dalam hal konsumsi sayur dan buah, kacang-kacangan, serta umbi-umbian, padahal pola konsumsi pangan yang tidak beragam dapat meningkatkan risiko terjadinya berbagai penyakit, seperti stunting, obesitas, dan diabetes," ujar Andriko.
“Oleh karena itu, dibutuhkan sinergi, kolaborasi dan usaha bersama yang perlu dilakukan secara komprehensif dari berbagai pihak untuk mencapai pola konsumsi yang beragam, bergizi seimbang dan aman agar terciptanya generasi yang sehat, aktif dan produktif,” tambah Andriko.
Pada kesempatan yang sama, para akademisi yang hadir dalam FGD menyampaikan berbagai gagasan untuk meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan di Indonesia. Salah satu gagasan yang disampaikan adalah perlunya peningkatan edukasi dan promosi pangan lokal.
"Perlu ada peningkatan edukasi dan promosi pangan lokal kepada masyarakat," ujar Prof. Didik Indradewa, salah satu akademisi yang hadir dalam FGD. "Pemerintah perlu bekerja sama dengan media dan lembaga swadaya masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengonsumsi pangan lokal, promosi besar-besaran juga diperlukan di tempat-tempat umum, termasuk di sekolah untuk membentuk terobosan pola makan dasar" pungkas Prof. Didik Indradewa.
Hal tersebut juga disampaikan oleh Prof. Benito Heru Purwanto, “Dalam hal diversifikasi, penting untuk memberikan informasi ke masyarakat terkait pangan alternatif pengganti nasi agar lebih menarik, jadi masyarakat akan memperoleh informasi dengan baik kaitannya dengan pilihan atau opsi lain sumber karbohidrat selain nasi,”
Selain itu, para akademisi juga mengusulkan perlunya pengembangan pangan lokal yang bergizi dan terjangkau. " Kita perlu menggali kembali potensi pangan lokal yang pernah dan masih eksis sampai saat ini, perlu didukung adanya industri yang menyediakan produk untuk dibuat sebagai pangan lokal, selain itu kita juga harus mengangkat status sosial pangan lokal kita, selama ini kita masih inferior dengan pangan lokal jika dibandingkan dengan pangan berbasis gandum, " ujar Prof. Didik Indradewa
Gagasan lain juga disampaikan oleh Prof. Jamhari terkait dengan program penganekaragaman konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman (B2SA), “Ketika bicara supply-demand, harga inflasi pangan tidak stabil. Bagaimana program di sisi demand yang dapat dilakukan, apalagi jika dikaitkan dengan strategi meningkatkan diversifikasi. Harga pangan yang cenderung mahal jika dilihat dari sisi ekonomi terjadi karena karakterisik pangan yang inelastis baik demand dan supply. Strateginya adalah dibuat lebih elastis baik dari sisi demand maupun supply. Biodiversity Indonesia itu nomer 3 di dunia, namun belum semua produk pangan menjadi konsumsi harian masyarakat Indonesia sehingga perlu identifikasi sumber karbohidrat yang dapat mengurangi ketergantungan terhadap beras. Strateginya bisa kerja sama dengan Kementerian Pendidikan untuk mensosialisasikan program-progam diversifikasi pangan di sekolah,”
“Dari sisi demand, bagaimana program B2SA dikaitkan dengan konsumsi pangan lokal yang berbasis produksi dalam negeri. Penting untuk mengedapankan pendidikan karakter, hal ini terkait dengan budaya makan sejak anak-anak. Faktor harga juga menjadi hal penting selain keterjangkauan. Atribut-atribut ini harus disiapkan melalui komitmen yang kuat dalam pengaturan sehingga menemukan penganggaran yang tepat. Domestikasi dapat dijadikan salah satu strategi, dan juga mendekatkan produk-produk lokal dengan pengemasan yang menarik,” tegas Prof. Jamhari.
Andriko menyambut baik berbagai gagasan yang disampaikan oleh para akademisi. Beliau mengatakan bahwa pemerintah akan menindaklanjuti berbagai gagasan tersebut untuk mewujudkan penganekaragaman konsumsi pangan sebagai basis kemandirian dan kedaulatan pangan yang lebih baik di Indonesia.