BADAN PANGAN NASIONAL
NFA Jalankan Ini untuk Jaga Keseimbangan Harga Telur di Tingkat Peternak, Pedagang, dan Konsumen

JAKARTA – Pemerintah terus berupaya menjaga harga telur yang wajar di tingkat peternak, pedagang, dan konsumen. Untuk itu, dinamika harga telur yang saat ini terjadi harus disikapi dan ditindaklanjuti secara komprehensif. 


Hal tersebut disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi dalam keterangannya, Senin (22/5/2023), di Jakarta. Menurutnya, dinamika harga telur ini harus dilihat dari berbagai sisi, karena tidak terlepas dari upaya menjaga keseimbangan dan harga yang wajar di tingkat peternak, pedagang, dan konsumen.


“Beberapa bulan terakhir usaha Pemerintah memang untuk menyiapkan harga yang wajar di tingkat Peternak, Pedagang dan Konsumen. Hal Ini sesuai dengan konsen Presiden Joko Widodo agar harga pangan dijaga tetap wajar dan seimbang di petani/peternak, pedagang dan konsumen,” ujarnya.


Arief menuturkan, upaya menjaga keseimbangan harga telur ini harus dimulai dari hulu karena secara sistematis turut membentuk harga di tingkat hilir. “Saat ini di tingkat hulu atau peternak terjadi perubahan biaya produksi, khususnya variabel biaya pakan. Untuk menjaga biaya produksi di tingkat peternak tidak semakin melonjak, kita prioritaskan untuk dilakukan langkah stabilisasi harga pakan,” ujarnya.


Menurut Arief, ekosistem perunggasan sangat erat kaitannya dengan jagung sebagai salah satu komponen utama pakan ternak. Dalam rangka menjaga stabilisasi pasokan dan harga jagung, NFA tingkatkan fasilitasi distribusi pangan (FDP) komoditas jagung dari petani atau gapoktan kepada peternak. “NFA terus mendorong fasilitasi distribusi jagung dari NTB dan Sulawesi Selatan ke wilayah produsen telur di Jateng, Jatim, dan Lampung, saat ini telah mencapai 1.100 ton dan masih berproses pendistribusian ke Solo Raya 100 ton. Dengan pasokan jagung yang lancar akan dapat menurunkan biaya produksi,” tuturnya.


Upaya stabilisasi harga pakan ini, meurut Arief, harus disikapi melalui kolaborasi bersama stakeholder, termasuk kementerian/lembaga terkait. “Berdasarkan Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT), biaya pakan berkontribusi sebesar 67% dari biaya pokok produksi telur, dengan 50% pakan adalah jagung giling,” ujarnya.


Lebih lanjut, Arief menambahkan, bantuan pangan telur dan daging ayam untuk menurunkan stunting yang saat ini tengah digelontorkan pemerintah kepada 1,4 juta Keluarga Risiko Stunting (KRS) juga menjadi salah satu langkah strategis untuk mengendalikan keseimbangan harga telur dari hulu hingga hilir. “Bantuan pangan terus kita dorong ditingkatkan intensitas penyalurannya melalui BUMN Pangan ID FOOD, karena selain membantu penurunan stunting juga membantu masyarakat mengurangi pengeluaran pembelian telur, selain itu menjaga produksi di tingkat peternak diserap dengan harga yang baik.” ujarnya.


Bantuan pangan telur dan daging ayam ini menjadi semacam closed loop yang dibuat dari hulu melibatkan peternak mandiri untuk dapat berkontribusi dalam menurunkan stunting melalui pemenuhan kebutuhan protein bagi masyarakat khususnya Keluarga Risiko Stunting. 


“Jadi melalui bantuan ini di hilir juga ditekan agar tidak terjadi lonjakan inflasi. Sementara di hulu kita jaga harga di peternak tetap baik, agar peternak dapat melanjutkan produksi dan meningkatkan produktifitasnya. Apabila kewajaran harga di peternak tidak dijaga bisa berdampak pada menurunnya jumlah peternak, akan banyak peternak mandiri kecil yang tidak berproduksi. Hal ini berujung pada menurunnya produksi telur nasional. Ini yang kita antisipasi,” paparnya.


Arief menekankan, keseimbangan harga di peternak, pedagang, dan konsumen tetap menjadi tujuan dari upaya stabilisasi harga telur yang saat ini digenjot NFA. “Poinnya, kita dorong agar harga pakan turun dan stabil sehingga peternak bisa menurunkan harga jualnya sesuai HAP, lalu kita siapkan stanby buyer melalui BUMN pangan untuk menyerap harga yang baik, dan di hilir kita siapkan program bantuan pangan agar harga telur terkendali dan wajar,” ungkapnya. 


Adapun kondisi harga telur berdasarkan Panel Harga Pangan per 21 Mei 2023, secara rata-rata nasional berada di Rp 31.276 per kg. Sementara itu, untuk harga per Kabupaten/Kota, kondisi harga telur terpantau beragam dan dinamis. Harga telur di bawah Harga Acuan Pembelian/Penjualan (HAP) RP 27.000 per kg terdapat di 66 kabupaten/kota atau 14,44%, sedangkan harga telur yang terpaut sedikit di atas HAP atau di kisaran Rp 27.001 per kg sampai dengan Rp 29.999 per kg terdapat di 84 Kabupaten/kota. Sedangkan, mayoritas atau sebagian besar harga telur saat ini berada di kisaran Rp 30.000 per kg sampai dengan Rp 34.999 per kg. 


“Harga ini tidak terlepas dari biaya input/pakan saat ini serta naiknya biaya distribusi ke wilayah non produsen,” pungkas Arief.

.

——————————


*Siaran Pers*

*Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA)*

104/R-NFA/V/2023


22 Mei 2023


*Informasi lebih lanjut dapat menghubungi:*

komunikasi@badanpangan.go.id


Telp : 087783220455

BADAN PANGAN NASIONAL  
Sejak 25/01/2023
Kantor
Jalan Harsono RM No.3, Ragunan, Ps. Minggu, Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12550
(021) 7807377
nfa_official@badanpangan.go.id
Media Sosial
Tautan Terkait
Kementerian Pertanian
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kesehatan
Kementerian Perdagangan
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Badan Pusat Statistik
Badan Informasi Geospasial
Perum BULOG
ID FOOD
Copyright © 2024 Badan Pangan Nasional. All Rights Reserved.