Bogor, 11-12/11/2014 – Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan OECD – ASEAN Conference on Policy of Food Security. Pertemuan tersebut merupakan forum diskusi dan berbagi pengalaman antar negara-negara di ASEAN (Assosiation of South East Asian Nation) mengenai kebijakan ketahanan pangan, khususnya dalam konteks pembangunan perekonomian. Pertemuan tersebut dibuka oleh Plt Kepala Badan Ketahanan Pangan (Sekretaris DKP) Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, M.Sc mewakili Menteri Pertanian RI dan dihadiri oleh beberapa negara anggota OECD (Organization for Economic Community and Development) dan ASEAN seperti Indonesia, Filipina, Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, Kamboja, Jepang, Selandia Baru, Australia, dan Amerika Serikat; Hadir pula beberapa organisasi non pemerintah seperti FAO, WFP, CAPSA, World Bank, ADB, AFA, GIZ, SMERU dan lain sebagainya dalam pertemuan tersebut. Disampaikan oleh Staf Ahli Menteri Pertanian Prof. Tahlim Sudaryanto selaku ketua delegasi Indonesia bahwa pentingnya forum pertemuan ini adalah untuk memperkuat pembangunan ketahanan pangan dan perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN menjelang diberlakukannya Asean Ecnonomic Community (AEC).
Materi yang disampaikan oleh pemakalah terbagi dalam 5 sesi. Sesi pertama membahas tentang kesempatan dan tantangan yang dihadapi oleh negara-negara ASEAN dalam mewujudkan ketahanan pangan. Pada sesi ini juga disampaikan dukungan yang diberikan oleh organisasi internasional seperti ADB dan WFP.
Sesi ke dua membahas berbagai kendala dan permasalahan yang menimbulkan risiko terjadinya kerawanan pangan. Isu perdagangan pangan, penetapan target penerima manfaat kebijakan, manajemen penanganan bencana menjadi fokus dalam pembahasan dalam sesi ini sebagai indikator kerawanan pangan.
Sesi ke tiga membahas upaya dan masukan untuk meningkatkan perdagangan dan integrasi ekonomi di level regional agar ketahanan pangan regional ASEAN semakin kuat. Pada sesi ke empat, fokus membahas peningkatan ketahanan pangan dalam jangka panjang yang mensyaratkan perbaikan dan peningkatkan produktivitas lahan.
Sesi terakhir memberikan kesempatan kepada negara-negara peserta konferensi untuk saling memberikan saran dan masukan kepada pembuat kebijakan mencakup pendekatan yang telah dilakukan dalam implementasi kebijakan. Setiap Negara peserta dapat mengambil pelajaran dari pengalaman dan keberhasilan negara lain dalam mewujudkan ketahanan pangan serta membangun upaya bersama untuk mewujudkan ketahanan pangan di tingkat regional.
- Untuk mempersiapkan anggota ASEAN dalam melaksanakan Asean Economic Community2015, ASEAN Integrated Food Security (AIFS) menetapkan 6 + 3 strategi yang meliputi: 1) Memperkuat ketahanan pangan termasuk juga penanganan permasalahanan darurat/kelangkaan pangan; 2) Mendorong terciptanya pasar dan perdagangan pangan yang kondusif; 3) Memperkuat sistem informasi ketahanan pangan yang terintegrasi; 4) Mendorong produksi pangan yang berkelanjutan; 5) Meningkatkan investasi di bidang pangan dan pertanian untuk meningkatkan ketahanan pangan; 6) Mengidentifikasi isu yang berkembang terkait ketahanan pangan seperti perubahan iklim dan bioenergi; serta tambahan 3 strategi terkait nutrisi.
- ADB berkomitmen menyediakan dana sebesar 2 juta US$ untuk membantu menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan seperti: 1). Stagnasi produksi dan produktivitas pangan; 2). Lemahnya akses petani kepada sumber permodalan, infrastruktur dan pasar; 3). Ancaman perubahan iklim dan ketidakpastian terhadap produksi pangan.
- Indonesia melaksanakan program Policy Partnership on Food Security(PPFS) sesuai dengan prinsip yang disepakati dalam APEC: bersifat voluntary, tidak mengikat serta bersifat menjalankan konsesus. PPFS melibatkan pemerintah dan swasta sehingga dapat memberikan informasi yang lebih akurat kepada APEC mengenai kebijakan ketahanan pangan, mencakup kegiatan: 1). Perdagangan produk yang berkontribusi pada pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan; 2). Memastikan bahwa ekonomi regional lebih tahan, pertumbuhan bersifat inkulsif, dan memberikan dampak yang baik bagi rakyat.
- Perwakilan dari OECD menegaskan bahwa: 1). Penerapan manajemen risiko pada ketahanan pangan penting, karena membantu pemerintah untuk mencegah terjadinya kegagalan program yang disebabkan oleh kesalahan implementasi; 2). Kebijakan/program sebaiknya bersifat spesifik sesuai dengan kondisi wilayah dan risiko yang dihadapi. Ketergantungan terhadap instrument kebijakan tunggal yang bersifat umum tidak direkomendasikan.
- Pada tingkat regional ASEAN, Food Trade Forumperlu diadakan untuk membahas berbagai isu mengenai pangan seperti kemanan pangan (food safety), standar pangan (food standard), fluktuasi harga pangan dll. Agriculture Market Information System (AMIS) berfungsi untuk sistem informasi pasar (market information system) dan system kebijakan (policy system). Dengan diiberlakukannya AEC 2015 maka terdapat kebebasan dalam investasi, perdagangan, bahkan lintas bursa tenaga kerja berpengalaman, oleh karena itu diperlukan harmonisasi standard yang berlaku di seluruh negara ASEAN. Selanjutnya ASEAN perlu mempersiapkan single market yang diberlakukan pada tahun 2050.
Ketahanan pangan tidak hanya didukung oleh kecukupan produksi, namun juga merupakan cerminan keberhasilan diversifikasi pangan, penguatan kemampuan masyarakat miskin dalam membeli pangan dan keberlanjutan usahatani oleh petani generasi selanjutnya.
Kebijakan di bidang ketahanan pangan perlu mengutamakan hal-hal sbb :
- Meningkatkan keuntungan bagi petani produsen, utamanya petani padi (staple food). Hal ini menjadi penting karena data menunjukkan bahwa petani padi adalah petani miskin yang mudah beralih profesi karena tidak mendapatkan hasil yang memadai dari kegiatan budidaya padi. Policy -> supporting farmer -> sustainable production
- Memberikan subsidi transportasi dari daerah sentra produksi ke daerah konsumen agar kualitas produk yang diperdagangkan tetap terjaga kualitasnya. Hal ini terkait erat dengan jaminan akses masyarakat terhadap pangan yang berkualitas untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Mendukung para peneliti untuk menghasilkan varietas benih-benih baru yang efisien dalam penggunaan pupuk dan tahan terhadap serangan hama penyakit. Sebaiknya penyediaan benih dapat tercukupi dari lokal untuk menekan biaya produksi.