Stunting masih menjadi salah satu isu prioritas pemerintah Indonesia, tak terkecuali bagi Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) sebagai salah satu lembaga yang menangani permasalahan terkait pangan.
“Bekerja sama dengan berbagai Kementerian/Lembaga seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta berbagai stakeholder pangan lainnya, NFA dalam hal ini diwakili Direktorat Penganekaragaman Konsumsi Pangan turut mendukung upaya percepatan penurunan stunting melalui sosialisasi dan edukasi pola konsumsi pangan Beragam, Bergizi, Seimbang dan Aman (B2SA).” tutur Rinna Syawal selaku Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan NFA ditemui di Jakarta (26/7).
Seperti halnya yang dilakukan hari ini di komplek Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pemahaman pola makan B2SA disertai pemberian jus buah diberikan kepada 600 pelajar dari 13 sekolah se-Jakarta pada semua jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK. Melalui pendekatan yang interaktif, para pelajar diajak untuk menanamkan dan menerapkan kebiasaan pola makan sehari-hari yang baik dan benar sejak dini.
“Sudah saatnya pola pikir dan kebiasaan makan kita dirubah. Bukan hanya yang penting kenyang, tapi juga harus bergizi seimbang. Diharapkan dengan adanya pemberian pemahaman yang tepat sejak dini seperti ini bisa memutus mata rantai risiko stunting pada generasi penerus selanjutnya, sehingga mereka tumbuh menjadi generasi yang sehat, aktif dan produktif.” ujar Rinna.
Lebih jauh Rinna menjelaskan bahwa masa remaja merupakan jendela kesempatan kedua setelah masa anak-anak untuk membentuk kebiasaan masa depan. Berdasar bahwa masa remaja merupakan periode ketika pertumbuhan dan perkembangan kognitif sedang berada di fase optimal.
“Masalah gizi remaja memiliki implikasi serius bagi kesejahteraan generasi mendatang. Utamanya pada remaja putri, ketika gizi mereka kurang maka prevalensi anemianya jauh lebih tinggi. Data menunjukkan 25% dari mereka mengalami anemia. Padahal ini erat kaitannya dengan kehamilan dan kelangsungan hidup ibu-anak. Kita tidak ingin ada lagi bayi terlahir stunting dan tumbuh jadi remaja mungil, karena ibunya kekurangan zat besi dan zat gizi mikro penting.” tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Rinna juga mendorong pengoptimalan keberagaman konsumsi pangan. Ia mengungkapkan hanya 1/4 dari total remaja Indonesia mengonsumsi sayuran dan makanan sumber hewani yang cukup. Rinna mengajak untuk mengurangi makanan cepat saji dan snack tinggi kalori serta lemak. Menggantinya dengan B2SA dimana dalam 1 piring makanan terdiri dari 1/3 makanan pokok, 1/3 sayuran, 1/6 lauk pauk dan 1/6 buah-buahan.
“Makanan sehat itu tidak harus mahal. Sebenarnya banyak sumber pangan di sekitar kita yang bisa dikreasikan menjadi makanan bergizi dan tidak kalah lezat daripada makanan-makanan yang booming sekarang ini. Kita hanya perlu kreatif untuk membuat sedemikian rupa sehingga anak-anak tertarik untuk mengkonsumsi.” pungkasnya.