Inovasi layanan Integrasi Satu Data Pangan dinilai menjadi terobosan krusial untuk meningkatkan transparansi dan akurasi data pangan nasional. Guna membahas peluang partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam inovasi tersebut, Badan Pangan Nasional bersama Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Kantor Badan Pangan Nasional, Jumat (22/8/2025).
“Kolaborasi seluruh pemangku kepentingan (pentahelix) menjadi kunci keberhasilan implementasi Satu Data Pangan,” tegas Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Pangan Nasional, Kelik Budiana
Ia menyebut bahwa pihaknya telah mengembangkan portal Satu Data Pangan (satudata.badanpangan.go.id) untuk layanan integrasi data sektor pangan. Portal tersebut berisi data terbuka, terbatas, dan tertutup yang terus diperbarui secara real-time.
“Skor kepuasan pengguna portal kita capai 3,74 dari skala 4. Data kita ada yang di-update harian dan mingguan, bahkan kami sedang dan terus membangun dashboard analytics sehingga sangat membantu para peneliti dan stakeholders,” ujar Kelik.
Lebih lanjut, Kelik menjelaskan peran Badan Pangan Nasional dalam koordinasi sistem pangan nasional, mulai dari Bulog, BUMN Pangan lainnya, hingga Dinas yang membidangi urusan pangan di 514 kabupaten/kota dan 38 provinsi.
Sementara itu, perwakilan dari Kedeputian Pengendalian Evaluasi dan Manajemen Risiko Pembangunan Bappenas, Andi Setyo Pambudi, menekankan bahwa kebijakan Satu Data Indonesia dirancang untuk menyediakan data valid yang seragam guna menghindari multi-tafsir dalam perencanaan pembangunan.
“Dulu, satu kementerian bisa memiliki dua dirjen dengan data berbeda untuk isu yang sama. Satu Data memastikan semua menggunakan data yang sama dari ‘wali data’ yang ditunjuk. Untuk pangan, rujukannya adalah Badan Pangan Nasional,” jelas Andi.
Andi juga memberikan sejumlah masukan agar partisipasi masyarakat bisa optimal, di antaranya dengan menyediakan forum publik digital, skema insentif, literasi data, dan yang terpenting adalah mekanisme perlindungan bagi masyarakat yang berani melaporkan data tidak valid.
Dalam kesempatan yang sama, Peneliti INDEF Rizal Taufikurahman membedah makna partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Menurutnya, partisipasi tidak hanya sekadar menyumbang data, tetapi harus melibatkan masyarakat dalam seluruh tahapan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, hingga evaluasi.
“Pemberdayaan adalah proses menciptakan kondisi agar masyarakat mampu mengakses, memahami, memanfaatkan, dan mengendalikan data untuk kepentingannya. Tanpa pemberdayaan, partisipasi menjadi tidak bermakna,” tegas Rizal.
Ia juga merekomendasikan perlunya indikator yang jelas untuk mengukur tingkat partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, serta desain portal yang inklusif dan mudah digunakan oleh masyarakat.
Sebagai representasi dari lapangan, Endah Fitriyah ketua DPP Wanita (Ormas) membagikan pengalamannya langsung yang juga berprofesi sebagai penyuluh pertanian dari Karawang Timur. Ia mengungkapkan bahwa sering kali ditemukan perbedaan data di lapangan. “Perlu duduk bersama menyatukan persepsi antara penyuluh, dinas terkait, dan BPS apabila ingin mewujudkan Satu Data" papar Endah.
FGD menyepakati bahwa literasi data, insentif dan perlindungan, serta koordinasi lintas lembaga menjadi faktor penentu suksesnya integrasi data pangan. Partisipasi aktif masyarakat diharapkan menjadikan Satu Data Pangan tidak hanya akurat secara teknis, tetapi juga relevan dengan kondisi riil di lapangan, sehingga mampu mendukung ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan.