Berdasarkan data prognosa kebutuhan dan ketersediaan pangan tahun 2014, produksi nasional Gula Kristal Putih (GKP) sudah mencukupi kebutuhan nasional. Namun mengingat produksi GKP sebagian besar dilakukan pada masa giling akhir tahun (Oktober-Desember) menyebabkan neraca bulanan ketersediaan dan kebutuhan GKP tidak proporsional. Pada bulan tertentu poduksi tidak mencukupi (defisit), namun pada waktu yang lain, produksi melimpah (surplus). Kondisi tersebut berdampak pada tidak stabilnya harga GKP di tingkat petani (produsen) yang berdampak pada tingkat pendapatan petani tebu tidak maksimal.
Faktor lain yang sering berdampak pada tingkat kesejahteraan petani tebu adalah adanya impor gula rafinasi yang digunakan untuk kepentingan industri, namun terkadang implementasi dilapangan sering disalah gunakan untuk keperluan konsumsi masyarakat. Hal tersebut berdampak pada jatuhnya harga GKP ditingkat petani karena harga gula rafinasi impor yang jauh lebih murah dibanding GKP. Kondisi tersebut menyebabkan petani tebu tidak dapat memperoleh margin keuntungan yang layak dari usahatani tanaman tebu.
Kebijakan |
HPP GKP |
Berlaku |
Permendag 28/M-DAG/PER/5/2012 |
Rp 8.100/kg |
1 Mei 2012 – 14 Januari 2013 |
Permendag 27/M-DAG/PER/6/2013 |
Rp 8.100/kg |
14 Januari 2013 – 5 Mei 2014 |
Permendag 25/M-DAG/PER/5/2014 |
Rp 8.250/kg |
5 Mei 2014 – MG tahun 2015 |
Permendag 45/M-DAG/PER/8/2014 |
Rp 8.500/kg |
8 Agustus 2014 – MG tahun 2015 |
MG: Musim Giling
Pada tahun 2014, dalam upaya melindungi harga GKP ditingkat petani dalam negeri, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25/M-DAG/PER/5/2014 tanggal 5 Mei 2014 tentang Penetapan Harga Patokan Petani Gula Kristal Putih (HPP GKP) Tahun 2014. Dalam peraturan tersebut, yang dimaksud GKP adalah gula yang dapat dikonsumsi langsung tanpa proses lebih lanjut, yang termasuk dalam pos tarif/HS 1701.91.000.00 dan 1701.99.90.00, sedangkan HPP GKP adalah patokan harga GKP di tingkat petani. Dalam Permendag 25/2014, harga GKP ditetapkan sebesar Rp 8.250/kg, mengalami peningkatan sebesar Rp 150/kg atau 1,85 persen dibanding HPP GKP tahun 2013 atau 2012 sebesar Rp 8.100/kg. Harga tersebut dan berlaku sejak diundangkan sampai dengan musim giling tahun 2015.
Dalam menetapkan besaran HPP GKP, Kementerian Perdagangan juga memperhatikan usulan Menteri Pertanian selaku Ketua Dewan Gula Indonesia dan hasil rapat koordinasi antar instansi atau lembaga serta asosiasi terkait. Adanya berbagai pertimbangan, terutama dalam rangka meningkatkan insentif petani untuk tetap menanam tebu dalam rangka menjaga pasokan bahan baku industri gula nasional, serta hasil koordinasi antara stakeholder terkait seperti Kementerian BUMN, Perkebunan Tebu (pemerintah dan swasta), Pelaku Usaha pergulaan, dan petani tebu pada awal Agustus 2014, maka pada tanggal 7 Agustus 2014 ditetapkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45/M-DAG/PER/8/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25/M-DAG/PER/5/2014 tentang Penetapan Harga Patokan Petani Gula Kristal Putih Tahun 2014. Pada Permendag 45/2014 tersebut, HPP GKP kembali dinaikan menjadi Rp 8.500/kg, meningkat Rp 250/kg atau 3,03 persen dari HPP GKP sebelumnya yang ditetapkan pada bulan Mei 2014. HPP GKP tersebut mulai berlaku pada tanggal 8 Agustus 2014 sampai musim giling tahun 2015.
Dengan adanya peningkatan kembali HPP GKP pada periode 2014-2015, diharapkan dapat menambah tingkat pendapatan petani tebu, sekaligus untuk mendorong minat petani tetap menanam tebu agar pasokan bahan baku industri gula nasional tetap terjaga. Hal tersebut mengingat ongkos usahatani tebu yang cukup mahal sehingga harus diimbangi dengan harga jual tebu yang lebih tinggi. Selain itu, tujuan utama peningkatan HPP GKP adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan petani dalam upaya peningkatan produksi tebu serta produktivitas lahan menuju swasembada gula di dalam negeri (@MDH).