Tuban – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menegaskan komitmennya dalam memastikan pangan segar yang beredar di masyarakat memenuhi aspek keamanan, mutu, dan gizi. Hal ini disampaikan Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto, saat audiensi bersama Wakil Bupati Tuban, Rabu (10/9).
“Keamanan pangan ini adalah hak dasar setiap warga negara. Karena itu, NFA akan terus memastikan pangan segar yang beredar di masyarakat memenuhi standar keamanan, mutu, dan gizi. Dengan pangan yang aman dan sehat, masyarakat bisa hidup lebih aktif dan produktif,” tegas Andriko.
Andriko menjelaskan bahwa dasar penguatan keamanan pangan ini telah diatur jelas dalam regulasi. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menegaskan pada Pasal 68 ayat (1) bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin terwujudnya penyelenggaraan Keamanan Pangan pada setiap rantai pangan secara terpadu.”
Berdasarkan data Sistem Informasi Pangan Segar Asal Tumbuhan (SIPSAT), hasil pengujian keamanan pangan segar asal ikan (PSAI) secara nasional menunjukkan tren peningkatan penggunaan formalin. Pada tahun 2024, temuan PSAI yang tidak memenuhi syarat (positif formalin) tercatat sebesar 6,8%, dan meningkat menjadi 17,7% pada tahun 2025.
Di tingkat daerah, hasil pengujian tahun 2025 mencatat PSAI positif formalin di Provinsi Jawa Tengah mencapai 19,8%, sementara di Jawa Timur berada pada angka 12,6%. Data BKIPM juga mengonfirmasi bahwa hasil uji produk ikan teri beberapa kali terdeteksi mengandung formalin sepanjang tahun 2025.
“Jadi data ini menjadi alarm bagi kita semua bahwa praktik penggunaan bahan berbahaya perlu kita waspadai. NFA akan memperkuat pengawasan berbasis data, agar produk pangan segar yang beredar benar-benar aman dikonsumsi masyarakat. Upaya ini bukan hanya untuk melindungi konsumen, tetapi juga menjaga keberlangsungan perdagangan pangan yang sehat dan bernilai tambah bagi pelaku usaha,” ujarnya.
Lebih lanjut Andriko menyampaikan, berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dilakukan oleh BPS, nilai perputaran ekonomi ikan asin di Jawa Timur mencapai kisaran Rp7 triliun hingga Rp10,43 triliun per tahun, dengan konsumsi rata-rata 2,5 kilogram per kapita per tahun. Sementara di Jawa Tengah, nilai perdagangannya mencapai Rp5,35 triliun hingga Rp10,29 triliun per tahun dengan tingkat konsumsi 2,24 kilogram per kapita per tahun. Angka ini menunjukkan besarnya potensi ekonomi sekaligus pentingnya aspek pengendalian mutu dan keamanan dalam produk pangan segar.
“Produk dengan nilai ekonomi tinggi seperti ikan asin harus benar-benar dijaga kualitas dan keamanannya. Pengawasan berbasis data menjadi kunci agar masyarakat terlindungi, sekaligus pelaku usaha tetap memperoleh nilai tambah dari perdagangan yang sehat,” ungkapnya.
Wakil Bupati Tuban, Joko Sarwono, menyampaikan dukungan penuh terhadap langkah NFA sekaligus menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam mengawal keamanan pangan di wilayahnya.
“Penggunaan bahan berbahaya seperti formalin dalam pangan segar bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga membahayakan kesehatan Masyarakat,’’.
‘’Kami Pemkab Tuban bersama OPD terkait akan memperkuat pengawasan di pasar tradisional maupun distribusi, serta meningkatkan sosialisasi kepada pedagang dan masyarakat. Perlu ada langkah tegas dan terkoordinasi antara daerah dan pusat, termasuk melibatkan aparat penegak hukum, agar masalah ini benar-benar bisa dicegah,” tegas Joko.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, dalam kesempatan terpisah menekankan bahwa pengawasan keamanan pangan tidak bisa berjalan tanpa sinergi lintas sektor. “Jadi gini ya, Keamanan pangan itu harus menjadi gerakan bersama. Kita (NFA) menyiapkan regulasi dan sistem pengawasan, pemerintah daerah mengawasi langsung distribusi di lapangan, sementara masyarakat juga ikut mengawasi dan memilih produk yang aman. Dengan kerja sama ini, kita dapat memastikan pangan yang beredar benar-benar sehat, aman, dan bermutu untuk seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Arief.