Pengembangan Usaha Pengolahan Pangan Lokal UMKM dan Rumah Tangga

Pola konsumsi masyarakat masih belum menunjukkan pola makan gizi seimbang dan beragam, yang ditunjukkan dengan tingginya konsumsi padi-padian yang mendominasi karbohidrat. Sebagian besar penduduk Indonesia (97%) mengkonsumsi sumber karbohidrat dari beras. Daerah-daerah yang dulunya mengkonsumsi pangan sumber karbohidrat non beras, seperti sagu, jagung, dan umbi-umbian saat ini berubah mengkonsumsi beras. Tingginya konsumsi beras dan jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya menyebabkan penyediaan beras semakin berat pada setiap tahunnya. Selain itu juga pola konsumsi yang tidak proporsional dapat menyebabkan efek yang kurang baik terhadap kesehatan.

Penganekaragaman konsumsi pangan khususnya konsumsi karbohidrat harus didukung oleh penyediaan sumber pangannya. Minat masyarakat untuk mengkonsumsi sumber karbohidrat non beras berkurang manakala ketersediannya kurang dan harganya relatif mahal. Oleh karena itu untuk meningkatkan konsumsi pangan sumber karbohidarat non beras perlu didukung upaya pengadaannya yaitu melalui pengembangan pengolahan pangan lokal.

Pemanfaatan pangan lokal yang bersumber dari aneka umbi, sagu, pisang, sukun, labu kuning, dan yang lainnya sudah banyak dikembangkan dengan dijadikan tepung. Kedepan diharapkan aneka tepung ini dapat diolah sebagai pangan pokok mensubstitusi beras dan terigu sebagai sumber karbohidrat. Melalui teknologi pengolahan pangan dapat dikembangkan berbagai olahan pangan yang dapat disandingkan dengan beras sebagai menu makanan sehari-hari serta mendorong dan mengembangkan penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal.

Melalui kegiatan Pengembangan Industri Pangan Lokal (PIPL) ini diharapkan dapat lebih memasifkan gerakan diversifikasi pangan, khususnya pangan sumber karbohidrat, dalam rangka mendukung pemantapan ketahanan pangan nasional. Gerakan diversifikasi pangan semakin efektif apabila didukung oleh ketersediaan aneka ragam bahan pangan melalui pengembangan industrialisasi usaha pangan lokal dan perilaku konsumen dalam mengonsumsi aneka ragam pangan.

Kegiatan Pengembangan Industri Pangan Lokal ini bertujuan untuk:

  • mengembangkan pangan pokok sumber karbohidrat dengan berbagai bentuk olahannya yang dapat disandingkan dengan beras/nasi, yang berbahan baku sumber pangan lokal;
  • membangun kesadaran masyarakat untuk kembali pada pola konsumsi pangan pokok asalnya melalui penyediaan bahan pangan pokok selain beras serta sosialisasi dan promosi diversifikasi pangan.

Sasaran dari kegiatan Pengembangan Industri Pangan Lokal tahun 2019 ialah dilaksanakan di 10 kabupaten di 10 provinsi yang memiliki potensi pangan lokal berupa sagu, jagung, dan umbi-umbian. Adapun indikator keberhasilan dari kegiatan ini yaitu:

Indikator keluaran (output)

Berkembangnya usaha pengolahan pangan pokok lokal di 10 kabupaten.

Indikator hasil (outcome)

Tersedianya sumber pangan lokal sumber karbohidrat non beras untuk masyarakat di sekitar lokasi kegiatan.

Indikator manfaat

Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mengkonsumsi pangan lokal sumber karbohidrat non beras di sekitar lokasi kegiatan.

Kegiatan PIPL dilaksanakan dalam rangka mendukung percepatan peningkatan penganekaragaman pangan masyarakat berbasis pada potensi sumberdaya lokal di daerah. Penerima manfaat kegiatan ini adalah kelompok usaha yang bergerak di bidang pengolahan pangan pada skala usaha industri. Kelompok UMKM/Gapoktan yang ditetapkan akan mendapat bantuan untuk proses produksi atau pengolahan mulai dari bahan baku, mesin peralatan, pengemasan, hingga uji kelayakan produk. Produk yang dihasilkan merupakan produk pangan lokal yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat sebagai pangan pokok dalam mengurangi konsumsi nasi.

Produk pangan lokal yang dihasilkan oeh penerima manfaat PIPL dapat dipasarkan atau diolah kembali menjadi bentuk olahan lain oleh usaha pangan lokal yang berada di sekitarnya dengan mekanisme kemitraan. Melalui kegiatan ini diharapkan terbentuk jejaring produksi dan pemasaran yang efisien sehingga mendorong meningkatnya penyediaan pangan lokal di masyarakat. Peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan lokal dapat diupayakan melalui gerakan/kampanye diversifikasi pangan dengan menggunakan berbagai media dan kegiatan yang masif dan efektif.

Strategi pelaksanaan kegiatan ini terdiri dari pendekatan teknologi, bisnis, dan pendekatan kearifan lokal. Pendekatan teknologi dilakukan melalui pemanfaatan teknologi pengolahan pangan. Hal ini dilakukan dengan mengubah bentuk asli pangan lokal yang sudah ada di masyarakat dan memperkaya nilai gizi yang terkandung didalamnya melalui fortifikasi atau penambahan kandungan gizi lain secara instan. Pendekatan bisnis dilakukan dengan pola industrialisasi berbasis korporasi, peningkatan kuantitas produksi dan pemasaran. Sedangkan pendekatan kearifan lokal dilakukan dengan mempertahankan kearifan lokal terhadap budaya pola pangan setempat namun tetap memperhatikan higienitas dalam proses produksi. Selain itu, perlu dilakukan sosialisasi dan promosi kepada masyarakat agar timbul kepercayaan diri bahwa pola konsumsi pangan lokal adalah hal sangat bijaksana untuk dipertahankan baik dari sisi kesehatan maupun pelestarian budaya.

Kegiatan pengolahan pangan pokok lokal dilaksanakan dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap beras serta mengembalikan pola konsumsi pangan masyarakat kepada budaya dan potensi setempat. Pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern mengacu kepada potensi dan kebutuhan setempat. Pengembangan Industri Pangan Lokal (PIPL) dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut:

  • Identifikasi calon penerima dan calon lokasi kegiatan PIPL.
  • Mekanisme identifikasi dan penetapan penerima manfaat kegiatan pengembangan pangan pokok lokal dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut:
  • Identifikasi calon penerima manfaat kegiatan pengembangan pangan pokok lokal yaitu kelompok usaha dengan skala industri yang bergerak di bidang usaha pengolahan pangan lokal. Penerima manfaat tersebut kemudian ditetapkan oleh Dinas Pangan Provinsi dengan memperhatikan kelayakan usaha, memiliki kemampuan secara teknis, serta manajemen usaha dan kelembagaan yang baik;
  • Identifikasi lokasi penerima manfaat yaitu yang memiliki potensi ketersediaan bahan baku baik jumlah dan lokasinya serta potensi pemasaran produk yang akan dihasilkan;
  • Membentuk tim teknis yang terdiri aparat dinas ketahanan pangan kabupaten dan provinsi. Tim ini juga dapat ditambah pakar dari perguruan tinggi atau pihak lain yang dapat mendukung pelaksanaan kegiatan pengembangan industri pangan lokal.
  • Merancang produk olahan pangan lokal yang akan dihasilkan:

Penetapan komoditas untuk bahan baku yang akan dijadikan produk PIPL;

Perencanaan bentuk produk yang akan dihasilkan (tepung);

Pengkajian dan analisis produk PIPL (uji laboratorium, uji penerimaan konsumen, analisis kelayakan pasar).

  • Pengadaan mesin dan peralatan untuk produksi, pengemasan dan labeling. Mesin dan peralatan yang digunakan harus menyesuaikan dengan jenis produk yang akan dihasilkan, kapasitas produksi, infrastruktur yang dimiliki oleh penerima manfaat, serta sarana dan prasarana di lokasi kegiatan.
  • Penetapan petugas pendamping kelompok dan pendamping kabupaten/kota, yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
  • Aparat/petugas yang menangani ketahanan pangan di kabupaten/kota.
  • Memiliki kemampuan teknis di bidang teknologi pangan dan penanganan proses produksi pangan.
  • Memiliki kemampuan dan pengetahuan di bidang perizinan, pendaftaran dan pelabelan produk pangan (Kemenkes, BPOM, Halal MUI, dan sebagainya).
  • Memiliki kemampuan dalam memotivasi dan memberdayakan kelompok usaha pangan, baik di bidang produksi maupun pemasaran produk pangan.
  • Kegiatan operasional di kabupaten dan provinsi yang meliputi: identifikasi, koordinasi, pendampingan, monitoring, evaluasi dan pelaporan.

Sumber pendanaan untuk membiayai kegiatan PIPL tahun 2019 berasal dari APBN dan diharapkan pula partisipasi dari sumber pendanaan lainnya seperti APBD Provinsi, APBD Kabu­paten/Kota, swadaya masyarakat, dan pemanfaatan dana Corporate Social Responsibility (CSR)/Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Pengelolaan dana dekonsentrasi bantuan pemerintah untuk kegiatan P2KP mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 46/Permentan/RC.110/12/2017 tentang Pedoman Umum Pengelolaan dan Penyaluran Bantuan Pemerintah Lingkup Kementerian Pertanian Tahun Anggaran 2018 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168/PMK.05/2015 tentang Mekanisme Pelaksanaan Anggaran Bantuan Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 173/PMK.05/2016.

Pelaksanaan kegiatan PIPL merupakan tugas bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Sesuai dengan semangat dan paradigma baru pembangunan, peran dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan PIPL harus dikedepankan sebagai pelaku utama penentu keberhasilan program. Peranan pemerintah terbatas pada fungsi pelayanan, penunjang, fasilitasi, dan motiva­si.

Pada tingkat nasional, Kepala Badan Ketahanan Pangan mengkoordinasikan instansi terkait baik kementerian/lembaga terkait, pihak swasta, dan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait untuk memperlancar kegiatan PIPL antara lain seperti perumusan kebijakan subsitusi tepung terigu, pengembangan kerja sama dengan Kadin, dan promosi serta advokasi. Penanggung jawab kegiatan di daerah adalah dinas/unit kerja yang menangani pangan di provinsi atau kabupaten/kota dengan melibatkan instansi dan lembaga terkait seperti dinas yang menangani Pertanian, Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan UMKM, perguruan tinggi, lembaga penelitian/pengkajian, atau stakeholder lainnya yang terkait. Untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan PIPL secara berjenjang dari kabupaten/kota, provinsi sampai tingkat pusat, harus berkoordinasi dengan baik dan efektif.

Kegiatan Pengembangan Industri Pangan Lokal (PIPL) dilaksanakan dalam rangka mengembalikan pola konsumsi masyarakat kepada budaya dan potensi setempat. Kegiatan ini sudah dilaksanakan sejak tahun 2012 dalam bentuk Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L), Pengembangan Pangan Pokok Lokal (P3L) yang tujuan awalnya untuk mengembangkan pangan pokok lokal selain beras dan terigu sebagai pangan bersubsidi yang akan diberikan kepada masyarakat miskin, melengkapi Raskin. Namun sejalan dengan berjalannya program, pelaksanaan kegiatan ini lebih untuk menghasilkan dan menciptakan produk pangan pokok non beras non terigu yang biasa dikonsumsi di suatu wilayah tergantung kearifan lokal masyarakatnya. Pemilihan komoditas pangan yang akan dikembangkan melalui penyediaan teknologi pengolahan yang lebih modern dengan mengacu kepada potensi dan kebutuhan setempat.

PIPL dilakukan melalui pemanfaatan pangan lokal yang bersumber dari aneka umbi, sagu, serealia, dan lain-lain untuk dikembangkan menjadi tepung. Selanjutnya aneka tepung ini diharapkan dapat diolah sebagai makanan pokok yang dapat mensubtitusi beras dan terigu sebagai sumber karbohidrat. Teknologi pengolahan pangan saat ini telah dapat mengembangkan “beras analog” yang terbuat dari tepung jagung atau umbi-umbian yang dapat menggantikan beras padi sebagai makanan pokok sehari-hari. Tepung-tepungan dari sumber karbohidrat lokal pun diharapkan dapat menggantikan konsumsi tepung terigu yang masih diimpor dari luar negeri. Dampak jangka panjang yang diharapkan adalah berkembangnya industri berbahan baku lokal yang dapat menggerakkan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

BADAN PANGAN NASIONAL  
Sejak 25/01/2023
Kantor
Jalan Harsono RM No.3, Ragunan, Ps. Minggu, Jakarta Selatan, DKI Jakarta 12550
(021) 7807377
nfa_official@badanpangan.go.id
Media Sosial
Tautan Terkait
Kementerian Pertanian
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian Kesehatan
Kementerian Perdagangan
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
Badan Pusat Statistik
Badan Informasi Geospasial
Perum BULOG
ID FOOD
Copyright © 2024 Badan Pangan Nasional. All Rights Reserved.