Food Loss and Waste (FLW) atau Susut dan Sisa Pangan (SSP) telah menjadi isu yang mendesak di Indonesia maupun dunia sehingga memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak, karena dampak yang ditimbulkan tidak hanya terbatas pada ekonomi, tetapi juga mencakup aspek gizi serta lingkungan.
Deputi Bidang Kerawanan Pangan dan Gizi Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Nyoto Suwignyo menyampaikan hal tersebut pada pembukaan Pelatihan Modul Sistem Pangan dan Metode Perhitungan Susut dan Sisa Pangan di Jakarta, Rabu (11/9/2024).
“Mencegah serta mengurangi terjadinya susut pangan, Badan Pangan Nasional telah menginisiasi Gerakan Selamatkan Pangan serta mendukung dilakukannya penguatan regulasi, mengubah perilaku, peningkatan support system dan optimalisasi pendanaan” ujar Nyoto
Nyoto Suwignyo memaparkan bahwa kolaborasi adalah kunci utama, karena menyelesaikan masalah ketahanan pangan dan gizi memerlukan komitmen semua elemen masyarakat termasuk permasalahan susut dan sisa pangan. “Kolaborasi lintas sektor menjadi kunci penting dalam penanggulangannya, mulai dari petani, pelaku usaha, distributor, ritel, hotel, restoran, katering, hingga konsumen akhir, harus berperan aktif dalam upaya mencegah SSP” ungkap Nyoto.
Sebagai upaya pencegahan dan pengurangan Susut dan Sisa Pangan (SSP) di Indonesia telah diluncurkan Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan Dalam Mendukung Pencapaian Ketahanan Pangan Menuju Indonesia Emas 2045 oleh Bappenas, di targetkan pada 2045 pengurangan sebesar 75% yang berkontribusi terhadap ketahanan pangan, pertumbuhan ekonomi, dan kelestarian lingkungan.
Sementara itu Deputi Kerawanan Pangan dan Gizi NFA menyebutkan pada Rancangan Teknokratik RPJMN 2025-2029 terdapat target pengurangan SPP sebesar 3% per tahun untuk Susut Pangan dan sebesar 3-5% per tahun untuk Sisa Pangan. “Dengan adanya target tersebut diperlukan perhitungan yang akurat guna mencapai target pengurangan per tahun”, tegasnya.
“Kami menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Koalisi Sistem Pangan Lestari (KSPL) yang telah mengembangkan metode baku perhitungan SSP, semoga metode ini bisa menjadi rujukan dalam mengukur tingkat kehilangan pangan, sehingga selain perhitungan menjadi akurat” tutur Nyoto menutup sambutannya.
Sementara itu Ketua KSPL Gina Karina menyebutkan bahwa KSPL sangat menyadari pentingnya mengatasi permasalahan susut dan sisa pangan secara komprehensif. Melalui pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan terkait pentingnya pendekatan berpikir sistem dalam menyusun kebijakan sistem pangan yang menyeluruh.
“Kami sangat menyadari bahwa mengatasi permasalahan ini diperlukan kerja kolaborasi, itulah sebabnya pada kegiatan ini tidak hanya mengundang dari dinas pangan tetapi juga Bappeda provinsi dengan harapan juga bisa mendukung kolabarasi ini” papar Gina
Lebih lanjut, Gina juga menuturkan pelatihan ini diharapkan meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan atas keterkaitan isu pangan dengan berbagai isu lainnya dalam kerangka berpikir sistem pangan.
Kerugian ekonomi akibat SSP diperkirakan Rp 213-551 Triliun per tahun atau setara dengan 4-5% PDB Indonesia. Terhadap lingkungan, hal ini berkontribusi setara 7,29% emisi gas rumah kaca Indonesia yang berdampak pada terjadinya perubahan iklim dan ujungnya berdampak pada penyediaan pangan.