Peta Ketahanan Dan Kerentanan Pangan
(Food Security and Vulnerability Atlas – FSVA)
Badan Ketahanan Pangan (BKP) bekerjasama dengan World Food Programme (WFP) dalam mengembangkan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas - FSVA). FSVA dimulai tahun 2005, pada waktu itu masih dengan nama Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas - FIA). Kemudian pada tahun 2009, Peta Kerawanan Pangan (Food Insecurity Atlas - FIA) berubah menjadi Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas - FSVA). Sebagai tindak lanjut dari penyusunan FSVA nasional 2009, pada tahun 2010 dan 2011 telah diinisiasi penyusunan FSVA di tingkat provinsi dimana analisisnya dipertajam sampai level kecamatan. Pada tahun 2012, FSVA dilanjutkan dengan FSVA Kabupaten dengan tingkat analisis sampai tingkat desa. Kerja sama antara BKP dan WFP berlanjut pada tahun 2013, yaitu update FSVA Nasional 2009.
Peta ini dibuat untuk menjelaskan pengertian mengenai konsep ketahanan pangan berdasarkan 3 (tiga) dimensi ketahanan pangan ( ketersediaan, akses dan manfaat pangan) dalam semua kondisi, bukan hanya pada situasi kerawanan pangan saja.
Indikator yang dipilih dalam FSVA ini berkaitan dengan tiga pilar ketahanan pangan tersebut berdasarkan konsepsi Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi. Disamping itu, pemilihan indikator juga tergantung pada ketersediaan data pada tingkat kabupaten.
Dari 14 indikator yang digunakan pada FIA2005, 13 indikator telah dipilih dan digunakan dalam FSVA setelah melalui proses review oleh tim pengarah (Steering Committee) dan tim pelaksana (Technical Working Group) FSVA yang telah dibentuk untuk pemuktahiran FSVA. Karena data mengenai angka kematian bayi (Infant Mortality Rate -IMR) tidak tersedia, maka indikator tersebut dikeluarkan dari indikator FSVA.
FSVA dikembangkan dengan menggunakan 9 indikator kerawanan pangan kronis dan 4 indikator kerawanan pangan sementara/transien. Peta komposit kerawanan pangan dihasilkan dari kombinasi semua indikator kerawanan pangan kronis dengan menggunakan pembobotan berdasarkan Principal Component Analysis.
Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan tingkat pusat, provinsi dan kabupaten serta publikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kesehatan, Departemen Kehutanan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Data yang digunakan untuk analisa ini berasal dari data series lima tahun.
Peta-peta dibuat dengan menggunakan pola warna yang seragam yaitu gradasi warna merah dan hijau. Gradasi warna merah menunjukkan variasi tingkat kerawanan pangan dan gradasi warna hijau menggambarkan kondisi yang lebih baik. Pada kedua kelompok warna tersebut, warna yang semakin tua menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dalam hal ketahanan atau kerawanan pangan.