Sulawesi Tenggara memiliki potensi tanaman sagu sekitar 12.000 ha dengan luas produksi 6.967 ton. Dari potensi tersebut, yang saat ini sedang difokuskan pengembangannya adalah di
Konawe dan Konawe Selatan yang potensinya cukup besar.
"Kita semua tahu, potensi sagu di Indonesia luar biasa. Untuk itu dari sisi bisnisnya harus kita upayakan bagaimana menekan efisiensi produksi tepung kering sagu yang bisa bersaing dengan tepung terigu," ujar Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan Agung Hendriadi saat meninjau pengolahan sagu di kabupaten Konawe dan Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Kamis (15/11) bersama Stephen Rudgard (FAO), Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi, Sekda Konawe dan dinas lainnya.
"Dalam perhitungan saya, harga tepung kering itu bisa sampai Rp10.000, hal itu bisa masuk dalam bisnis untuk menggantikan tepung impor," tegasnya.
Untuk mendukung pengembangan sagu, BKP Kementan sedang menyiapkan regulasi penggunaan tepung lokal sebanyak 10% dalam industri pangan.
Menurut Agung, jika regulasi ini sudah disiapkan, industri-industri pangan lokal berbasis UKM harus kita dorong.
"Tahun depan BKP akan mereplikasi industri pengolahan seperti ini di beberapa provinsi lain sebagai penghasil sagu" tambahnya.
Hal yang penting menurut Agung, adalah bekerja dari hulu sampai hilir. "Hulu nya diperbaiki, hilirnya diperbaiki termasuk pemasarannya kita mencoba menarik supaya produksi kita bisa diserap secara maksimal," ujarnya.
Agung pun berharap jika berkembang dengan baik, akan mampu mengurangi impor terigu secara bertahap dari tahun ke tahun. Misalnya tahun depan targetnya 10% dan tahun depannya lagi 20% dan seterusnya.
"Lama-lama tepung lokal kita bisa menjadi tuan rumah sebagai bahan baku industri pangan" ujarnya
Agung sangat mengapresiasi upaya pemerintah Kendari yang akan melokalkan sagu dalam pengembangan industri pangan lokal.