Penganekaragaman konsumsi pangan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan gizi seimbang di Indonesia. Hal ini diukur melalui Pola Pangan Harapan (PPH), yang mencerminkan kualitas konsumsi pangan dan kecukupan gizi masyarakat. Dalam RPJMN, pencapaian skor PPH sendiri menjadi indikator penting yang dipantau secara konsisten dari tahun ke tahun.
“Skor ini tidak hanya menunjukkan keberhasilan program diversifikasi pangan tetapi juga menjadi acuan untuk mengidentifikasi area yang memerlukan intervensi kebijakan lebih lanjut.” jelas Direktur Penganekaragaman Konsumsi Pangan Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA), Rinna Syawal dalam pertemuan penyusunan Direktori PPH Konsumsi di Kalimantan Timur (21/11).
Meski demikian, menurut Rinna kesenjangan antara skor ideal dan realisasi masih menjadi tantangan. Analisis data konsumsi pangan menunjukkan adanya ketidaksesuaian pola konsumsi dengan rekomendasi gizi seimbang. Oleh karena itu, analisis mendalam terhadap penyebab ketidaksesuaian pola konsumsi sangat dibutuhkan.
Hasil analisis tersebut dikatakan Rinna dapat menjadi dasar untuk menyusun rekomendasi kebijakan yang lebih efektif, termasuk mendukung program diversifikasi pangan sesuai dengan karakteristik lokal dan dinamika sosial ekonomi masyarakat.
“Untuk meningkatkan skor PPH, diperlukan intervensi yang konsisten dan berbasis data. Intervensi ini mencakup edukasi masyarakat, penguatan program pangan lokal, serta kebijakan untuk meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap pangan bergizi. Tanpa pendekatan yang terintegrasi, upaya meningkatkan skor PPH dapat terhambat oleh kompleksitas permasalahan di lapangan.” papar Rinna.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Timur, Siti Farisyah Yana menyebutkan tahun ini Provinsi Kalimantan Timur bersama 4 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Kutai Barat, Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, dan Kota Samarinda mengalami peningkatan skor PPH.