Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian sudah 2 tahun ini mengembangkan Toko Tani Indonesia (TTI) untuk memangkas mata rantai distribusi pasokan yang terlalu panjang melalui e-commerce, yaitu penjualan langsung dari produsen ke konsumen.
“Teknologi dengan ecommerce ini penting dan perlu kami kembangkan di TTI. Kami ambil barang dari produsen atau Gapoktan, kemudian langsung kita distribusikan ke konsumen akhir berupa toko yang bisa langsung diakses konsumen,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Agung Hendriadi menjelaskan dikantornya belum lama ini.
Menurut Agung, ketersediaan (stok) komoditas pangan yang terdata dengan baik membutuhkan pola distribusi yang tepat agar harga tetap stabil di tingkat konsumen.
"Pemerintah sudah sepakat menyederhanakan rantai pasok produk pangan, agar masyarakat bisa mengakses pangan dengan mudah, harga terjangkau, namun petani juga diuntungkan dengan kepastian penjualannya," tambah Agung.
Menurut Agung, TTI menjadi salah satu bentuk _direct selling_ yang dimiliki Kementerian Pertanian. Tercatat, secara total, jumlah outlet TTI di seluruh Indonesia saat ini telah mencapai sebanyak 3.000 unit.
Jumlah tersebut meningkat cukup signifikan dibandingkan jumlah outlet per akhir 2017 yang baru mencapai 2.200 unit. Tahun depan (2019) akan ditambah sebanyak 1.000 unit TTI di beberapa daerah.
Khusus untuk TTI Center, sudah dibangun sebanyak 20 unit dan tersebar di 20 Ibukota Provinsi. Toko Tani Pusat bakal menjadi rantai pasok utama dalam kegiatan distribusi TTI yang tersebar di daerah sampai tingkat kelurahan.
Wilayah dengan penambahan jumlah outlet TTI terbesar salah satunya ada di Jakarta. Hingga semester I 2018, jumlah outlet telah meningkat sekitar 100% dari periode yang sama tahun lalu sekitar 500 unit toko.
Nilai transaksi TTI wilayah Jakarta pun relative besar. Menurut catatan TTI Pusat regional Jakarta, jumlah perputaran uang di wilayahnya mencapai Rp 2,5 miliar. Untuk menjaga harga jual di tingkat konsumen tetap terjangkau, kementerian Pertanian pun menghimbau agar harga jual bahan pokok di TTI berada di bawah Harga Eceran Tertinggi (HET).
Guna menjangkau dan memberikan kemudahan konsumen lebih luas, Agung mengatakan, TTI juga akan merambah ke fitur digital bernama TTI Online. Platform ini menjadi sistem distribusi Gapoktan kepada cabang TTI di daerah.
Kementerian Pertanian telah bekerja sama dengan layanan moda transportasi online untuk mengantarkan barang dari TTI ke konsumen, “Dengan teknologi ini sangat mengefisienkan distribusi karena tidak ada inventori atau gudang, sekaligus pelayanan menjadi lebih cepat. Ke depan focus e-commerce akan terus dikembangkan,” kata Agung.
Sejak diluncurkan bulan Mei 2018 hingga saat ini perputaran uang di e-commerce TTI mencapai Rp. 8,4 miliar. Hingga kini pelayanan e-commerce melalui TTI baru di tiga kota yaitu Lampung, Bali dan DKI Jakarta.
“Rencananya di 2019, akan ada penambahan 10 kota lainnya seperti Medan, Surabaya, dan beberapa kota besar lainnya,” tutur Agung.