Berawal dari pengepul hasil panen orang tuanya sendiri, dimana sosok Ulus Pirmawan masih berusia 17 tahun melihat banyak petani di sekitar merasa kesulitan dalam memperoleh hasil panen yang stabil dan pemasaran yang pasti. Dari kondisi tersebut, Ulus Pirmawan yang biasa dipanggil Ulus, merasa tertantang untuk terjun langsung menjadi petani. Banyak kendala dan kegagalan dialami sebagai petani yang diawali dengan berbudidaya buncis, bawang merah, dan cabai merah. Mulai dari tanaman yang kurang dari harapan karena minim pemupukan hingga terkena hama penyakit tanaman. Namun, dengan keuletan dan ketekunan petani yang hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar, kesuksesan pun diraih yang kemudian diikuti petani sekitar. Dengan kepioniran Ulus tersebut kemudian petani berinisiatif membentuk Gabungan Kelompoktani (Gapoktan) Wargi Pangupay yang berlokasi Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Melalui gapoktan ini petani sekitar, banyak bergabung dan belajar kepada Ulus. Misalnya, Ucun Suntana, (40) warga Kampung Gandong, di Lembang mengungkapkan. “Saya banyak belajar dari Pak Ulus mulai memilih benih, menanam hingga bagaimana setelah panen. Beliau banyak membagi ilmu buat kami,” ungkap Ucun yang sebelumnya sebagai buruh, kini mengolah kebun warisan orang tuanya. Tantangan lain yang dihadapi Ulus sebagai petani ketika itu adalah banyaknya tengkulak di wilayahnya yang memberikan harga kurang menggiurkan namun petani tidak memiliki akses pasar, sehingga banyak petani tergantung kepada tengkulak. Kehadiran Toko Tani Indonesia (TTI) yang digulirkan Kementerian Pertanian sejak Tahun 2016 dengan tujuan utama menstabilkan harga pangan dengan cara memangkas rantai pasok pangan yang semula melibatkan hingga 6-7 pelaku rantai pasok menjadi 3 pelaku rantai pasok yaitu petani, Gapoktan, dan TTI menarik perhatian Ulus selaku ketua Gapoktan Wargi Pangupay untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut, karena seirama dengan tujuan pribadi dan Gapoktan untuk memperoleh jaminan pasar, stabilitas harga, dan meminimalisir tengkulak. Ulus Pirmawan mewakili Indonesia, menerima Penghargaan FAO sebagai petani teladan, di Bangkok, Thailand. Penerima lainnya dari negara Srilanka, Jepang, Nepal, dan Thailand Tercatat, pasokan cabai merah Gapoktan Wargi Pangupay ke Toko Tani Indonesia Center (TTIC) menghasilkan omset Rp 11 juta/hari. Selain cabai merah, produk pertanian binaan Ulus juga menghasilkan baby buncis, tomat, kol, brokoli, sawo, dan terong yang didistribusikan ke wilayah Bandung dan Jabodetabek. Keinginan Ulus mencetak sebanyak mungkin petani yang sejahtera dengan cara mengajarkan teknik bertani yang baik dan cara bangkit dari kegagalan, membuat sosok yang pernah diganjar Anugerah Produk Pertanian Berdaya Saing tahun 2014 tersebut menjadi pembicaraan banyak pihak, tak hanya petani tetapi berbagai kalangan dan para akademisi pertanian. Tak jarang, Ulus diminta berbicara di berbagai forum di dalam dan luar negeri. Banyak para mahasisiswa dan dosen serta peneliti yang terinspirasi dan belajar kepadanya. Dengan kepionirannya memangkas rantai pasok dalam mengatasi fluktuasi harga cabai merah dan bawang merah dalam kegiatan TTI, dan bersama pemerintah daerah mencari pasar, mendata hasil panen, hingga menjamin harga adil bagi petani, membawa dirinya sebagai salah satu model farmer atau petani teladan yang diberikan oleh organisasi pangan dunia (FAO). Bukan tanpa alasan pria kelahiran Bandung, 16 Februari 1974 itu dipilih. Ulus dianggap berhasil menciptakan kemandirian dalam pertanian, dari sektor hulu sampai hilir, termasuk mengangkat nasib petani disekitarnya. Communication Specialist FAO Indonesia Siska Widyawati mengatakan, FAO setidaknya memiliki beberapa kriteria dalam penilaian, diantaranya peningkatan produksi, penambahan penghasilan petani, dan peningkatan nutrisi, dan upaya membantu pemerintah dalam mengendalikan harga pangan. Ulus menerima penghargaan sebagai petani teladan dari FAO yang diberikan bertepatan pada peringatan Hari Pangan Sedunia di Bangkok, Thailand, tanggal 16 Oktober 2017 tidak sendirian tetapi penghargaan serupa juga diberikan kepada empat petani teladan lainnya di kawasan Asia, yakni dari Srilanka, Jepang, Nepal, dan Thailand. Kerja keras dan penghargaan yang diperoleh Ulus, setidaknya bisa menjawab tema HPS 2017 di Indonesia yaitu: “Menggerakkan Generasi Muda dalam Membangun Pertanian Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia”. Semoga masih banyak Ulus-Ulus lain di penjuru nusantara yang akan mewujudkan mimpi Indonesia menjadi Lumbung Pangan.
Ulus: Pemasok TTI Raih Penghargaan FAO