Untuk hidup sehat, aktif, dan produktif, tubuh memerlukan lebih dari 40 jenis zat gizi. Namun faktanya tidak ada satu jenis pangan yang memiliki gizi Isi secara lengkap, leh karena itu kita perlu mengkonsumsi aneka ragam jenis pangan yang aman dengan porsi sesuai kebutuhan, sesuai dengan ISI PIRINGKU B2SA. Sosialisasi dan edukasi konsumsi pangan B2SA terus dilakukan secara masif kepada seluruh lapisan masyarakat, seperti anak sekolah, masyarakat dan keagamaan, serta lembaga pendidikan. Dengan sosialisasi dan edukasi ini diharapkan masyarakat memahami konsep makan B2SA dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sosialisasi konsumsi pangan B2SA sejak usia dini dilaksanakan melalui Kegiatan B2SA Goes to School (BGts) kepada anak sekolah. Pada tahun 2023, telah dilaksanakan kegiatan B2SA Goes to School pada 33 provinsi di Indonesia yang mencakup lebih dari 150 sekolah tingkat dasar maupun tingkat menengah. Buku “Lensa BGtS B2SA Goes to School 2023” merupakan dokumentasi dari kegiatan BGtS yang telah dilaksanakan sepanjang tahun 2023. Kami mengucapkan terima kasih atas kerjasama dari Dinas yang menangani urusan pangan di Provinsi dan Kabupaten/Kota serta seluruh stakeholder yang telah membantu dalam pelaksanaan BGtS. Semoga dengan adanya kegiatan ini dapat menjadi inspirasi bagi para stakeholder untuk melakukan kegiatan B2SA goes to School atau kegiatan sejenis lainnya di wilayah masing-masing.

Kualitas konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman (B2SA) dapat terwujud apabila perencanaan penyediaan pangan mengacu pada peningkatan kemampuan produksi, permintaan pangan (daya beli dan preferensi konsumen) dan pendekatan pemenuhan gizi yang didukung oleh pengetahuan, pemahaman dan kesadaran masyarakat. Pengembangan Desa B2SA salah satu kegiatan yang terintegrasi dan kovergensi dalam penyelenggaran penganekaragaman konsumsi pangan guna meningkatkan kualitas konsumsi pangan dan membentuk manusia yang sehat, aktif, dan produktif. Sepanjang tahun 2023 telah dilaksanakan kegiatan Pengembangan Desa B2SA di 70 lokasi desa / kelurahan dan 5 lokasi rumah pangan B2SA yang tersebar pada 33 Provinsi di Indonesia. Semoga dengan adanya kegiatan ini dapat menjadi inspirasi bagi para pemangku kepentingan untuk mereplikasi kegiatan Desa B2SA di wilayah masing-masing.

Pemanfaatan atau konsumsi pangan merupakan salah satu entri point dan sub sistem untuk memantapkan ketahanan pangan. Dengan mengetahui pola konsumsi pangan masyarakat dapat disusun kebijakan terkait dengan penyediaan dan cadangan pangan, baik yang berasal dari produksi dalam negeri maupun impor. Kebijakan produksi pangan mencakup berapa volume dan jenis pangan yang mampu diproduksi dengan memperhatikan sumberdaya lahan, air, teknologi dan sarana pendukung lainnya.

IKP Nasional memiliki peran yang sangat strategis dalam mengukur capaian pembangunan ketahanan pangan di suatu wilayah, mengukur kinerja daerah dalam memenuhi urusan wajib pemerintah, dan merupakan salah satu alat dalam menentukan prioritas pembangunan daerah dan prioritas intervensi program. Secara khusus, penyusunan IKP Nasional dilakukan dengan tujuan mengevaluasi capaian ketahanan pangan dan gizi wilayah kabupaten/kota dan provinsi, serta memberikan gambaran peringkat (ranking) pencapaian ketahanan pangan wilayah kabupaten/kota dan provinsi dibandingkan dengan wilayah kabupaten/kota dan provinsi lain. IKP yang disusun diharapkan dapat digunakan sebagai dasar saat melakukan intervensi program sehingga lebih fokus dan tepat sasaran.

FSVA mengandung infomasi yang sangat strategis dalam upaya pengentasan daerah rentan rawan pangan. FSVA dapat dijadikan salah satu dasar dalam penetapan lokus dan target intervensi program pengentasan daerah rentan rawan pangan, penurunan kemiskinan, penurunan stunting, dan program- program pembangunan ketahanan pangan yang bersifat lintas sektor baik di tingkat pusat maupun daerah. Mengingat pentingnya FSVA sebagai dasar bagi penyusunan kebijakan dan program ketahanan pangan, maka pemutakhiran FSVA perlu dilakukan secara rutin agar mencerminkan kondisi ketahanan dan kerentanan pangan terbaru sebagai hasil dari pembangunan yang telah dilakukan, tidak hanya pada tingkat nasional tetapi hingga tingkat kabupaten/kota. Sejalan dengan itu, pembangunan ketahanan pangan dan penanganan masalah kerawanan pangan perlu dilakukan secara komprehensif melalui pembangunan sumber daya manusia berkualitas, tidak hanya pembangunan infrastruktur semata.

Penilaian terhadap konsumsi pangan penduduk secara kuantitas dapat ditunjukkan melalui volume konsumsi pangan penduduk (kilogram/kap/tahun), konsumsi energi penduduk (kkal/kap/hari), dan konsumsi protein penduduk (gram protein/kap/hari). Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai kualitas konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi, baik dalam jumlah maupun mutu dengan mempertimbangkan aspek daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya, dan agama. Adapun kelompok pangan tersebut mencakup: (I) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4) minyak dan lemak, (5) buah/biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula, (8) sayur dan buah, serta (9) lain-lain.

Penilaian terhadap konsumsi pangan penduduk secara kuantitas dapat ditunjukkan melalui volume konsumsi pangan penduduk (kilogram/kap/tahun), konsumsi energi penduduk (kkal/kap/hari), dan konsumsi protein penduduk (gram protein/kap/hari). Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai kualitas konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi, baik dalam jumlah maupun mutu dengan mempertimbangkan aspek daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya, dan agama. Adapun kelompok pangan tersebut mencakup: (I) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4) minyak dan lemak, (5) buah/biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula, (8) sayur dan buah, serta (9) lain-lain.

Penilaian terhadap konsumsi pangan penduduk secara kuantitas dapat ditunjukkan melalui volume konsumsi pangan penduduk (kilogram/kap/tahun), konsumsi energi penduduk (kkal/kap/hari), dan konsumsi protein penduduk (gram protein/kap/hari). Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai kualitas konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi, baik dalam jumlah maupun mutu dengan mempertimbangkan aspek daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya, dan agama. Adapun kelompok pangan tersebut mencakup: (I) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4) minyak dan lemak, (5) buah/biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula, (8) sayur dan buah, serta (9) lain-lain.

Situasi konsumsi pangan menggambarkan data dan informasi perkembangan konsumsi pangan penduduk — 2023 mencakup: (a) data Indonesia tohun 2019 konsumsi energi, protein dan Skor Pola Pangan Harapan, (b) data konsumsi pangan strategist (c) data konsumsi pangan berdasarkan wilayah serta (d) data konsumsi beraasarkan kuintil pengeluaran pangan. Data konsumsi pangan bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Triwulan I (Bulan Maret) tahun 2019-2023, BPS. Cakupan sampel Susenas Marot tahun 2023 sebanyak 345.000 rumah tangga yang tersebar pada 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota di Indonesia. Jumlah sampel yang dinyatakan clean sebanyak 341.802 rumah tangga. Analisis situasi konsumsi pangan dilakukan secara kuantitatif melalui penghitungan konsumsi energi dan protein berdasarkan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan bagi penduduk Indonesia, dan secara kualitatif dengan penghitungan skor Pola Pangan Harapan (skor PPH).

Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) dimaksudkan untuk mengetahui data dan informasi tentang situasi dan keadaan ketersediaan bahan pangan untuk dikonsumsi manusia dalam kurun waktu tertentu. NBM Nasional disusun setiap tahun dengan mengacu pada metode yang disusun Oleh Food and Agriculture Organization (FAO) dengan mempertimbangkan kondisi dan ketersediaan data yang ada. Data yang digunakan untuk menyusun NBM berasal dari instansi terkait yang telah dipublikasikan secara resmi. sehingga dapat digunakan sebagai salah satu bahan untuk melakukan evaluasi dan perencanaan pangan. serta sebagai bahan untuk perumusan kebijakan pangan dan perbaikan gizi masyarakat. NBM merupakan tabel yang menyajikan gambaran menyeluruh tentang penyediaan/ pengadaan (supply). penggunaan/pemanfaatan (utilization) pangan di suatu wilayah lam periode tertentu (kurun waktu satu tahun). NBM memberikan informasi tentang tersediaan bahan pangan untuk setiap komoditas dan olahannya/produk turunannya yang lazim dikonsumsi penduduk berdasarkan sumber penyediaan dan penggunaannya.

Penilaian terhadap konsumsi pangan penduduk secara kuantitas dapat ditunjukkan melalui volume konsumsi pangan penduduk (kilogram/kap/tahun), konsumsi energi penduduk (kkal/kap/hari), dan konsumsi protein penduduk (gram protein/kap/hari). Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai kualitas konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi, baik dalam jumlah maupun mutu dengan mempertimbangkan aspek daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya, dan agama. Adapun kelompok pangan tersebut mencakup: (I) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4) minyak dan lemak, (5) buah/biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula, (8) sayur dan buah, serta (9) lain-lain.

Penilaian terhadap konsumsi pangan penduduk secara kuantitas dapat ditunjukkan melalui volume konsumsi pangan penduduk (kilogram/kap/tahun), konsumsi energi penduduk (kkal/kap/hari), dan konsumsi protein penduduk (gram protein/kap/hari). Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai kualitas konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi, baik dalam jumlah maupun mutu dengan mempertimbangkan aspek daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya, dan agama. Adapun kelompok pangan tersebut mencakup: (I) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4) minyak dan lemak, (5) buah/biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula, (8) sayur dan buah, serta (9) lain-lain.

Penilaian terhadap konsumsi pangan penduduk secara kuantitas dapat ditunjukkan melalui volume konsumsi pangan penduduk (kilogram/kap/tahun), konsumsi energi penduduk (kkal/kap/hari), dan konsumsi protein penduduk (gram protein/kap/hari). Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai kualitas konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi, baik dalam jumlah maupun mutu dengan mempertimbangkan aspek daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya, dan agama. Adapun kelompok pangan tersebut mencakup: (I) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4) minyak dan lemak, (5) buah/biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula, (8) sayur dan buah, serta (9) lain-lain.

Penyusunan buku ini ditujukan untuk menyajikan data dan informasi perkembangan konsumsi pangan penduduk Indonesia 2019 - 2022 mencakup: (a) data konsumsi energi, protein dan skor Pola Pangan Harapan, (b) data konsumsi pangan strategis, (c) data konsumsi pangan berdasarkan wilayah serta (d) data konsumsi berdasarkan kuintil pengeluaran pangan. Data yang digunakan dalam penyusunan buku ini adalah data sekunder hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Triwulan I (Bulan Maret) Tahun 2022 yang bersumber dari BPS, dengan responden adalah anggota rumah tangga, dengan cakupan sampel sebanyak 345.000 rumah tangga dan jumlah sampel yang dinyatakan clean sebanyak 339.584 rumah tangga. Data konsumsi pangan ini menggambarkan konsumsi pangan di dalam rumah tangga (BPS, 2022).

Pemanfaatan atau konsumsi pangan merupakan salah satu entri point dan sub sistem untuk memantapkan ketahanan pangan. Dengan mengetahui pola konsumsi pangan masyarakat dapat disusun kebijakan terkait dengan penyediaan dan cadangan pangan, baik yang berasal dari produksi dalam negeri maupun impor. Kebijakan produksi pangan mencakup berapa volume dan jenis pangan yang mampu diproduksi dengan memperhatikan sumberdaya lahan, air, teknologi dan sarana pendukung lainnya.

FSVA mengandung infomasi yang sangat strategis dalam upaya pengentasan daerah rentan rawan pangan. FSVA dapat dijadikan salah satu dasar dalam penetapan lokus dan target intervensi program pengentasan daerah rentan rawan pangan, penurunan kemiskinan, penurunan stunting, dan program- program pembangunan ketahanan pangan yang bersifat lintas sektor baik di tingkat pusat maupun daerah. Mengingat pentingnya FSVA sebagai dasar bagi penyusunan kebijakan dan program ketahanan pangan, maka pemutakhiran FSVA perlu dilakukan secara rutin agar mencerminkan kondisi ketahanan dan kerentanan pangan terbaru sebagai hasil dari pembangunan yang telah dilakukan, tidak hanya pada tingkat nasional tetapi hingga tingkat kabupaten/kota. Sejalan dengan itu, pembangunan ketahanan pangan dan penanganan masalah kerawanan pangan perlu dilakukan secara komprehensif melalui pembangunan sumber daya manusia berkualitas, tidak hanya pembangunan infrastruktur semata.

Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) dimaksudkan untuk mengetahui data dan informasi tentang situasi dan keadaan ketersediaan bahan pangan untuk dikonsumsi manusia dalam kurun waktu tertentu. NBM Nasional disusun setiap tahun dengan mengacu pada metode yang disusun Oleh Food and Agriculture Organization (FAO) dengan mempertimbangkan kondisi dan ketersediaan data yang ada. Data yang digunakan untuk menyusun NBM berasal dari instansi terkait yang telah dipublikasikan secara resmi. sehingga dapat digunakan sebagai salah satu bahan untuk melakukan evaluasi dan perencanaan pangan. serta sebagai bahan untuk perumusan kebijakan pangan dan perbaikan gizi masyarakat. NBM merupakan tabel yang menyajikan gambaran menyeluruh tentang penyediaan/ pengadaan (supply). penggunaan/pemanfaatan (utilization) pangan di suatu wilayah lam periode tertentu (kurun waktu satu tahun). NBM memberikan informasi tentang tersediaan bahan pangan untuk setiap komoditas dan olahannya/produk turunannya yang lazim dikonsumsi penduduk berdasarkan sumber penyediaan dan penggunaannya.

Publikasi Statistik Ketahanan Pangan 2021 merupakan publikasi tahunan yang memuat hasil pengumpulan data terkait dengan tiga aspek Ketahanan Pangan diantaranya (i) aspek ketersediaan, (ii) aspek keterjangkauan dan (iii) aspek pemanfaatan. Pada buku ini data yang dihimpun merupakan data yang menunjukan Sisi dari berbagai aspek Ketahanan Pangan antara lain Produksi, Stok, Harga Pangan, Konsumsi Pangan dan aspek umum pendukung ketahanan pangan antara lain jumlah penduduk miskin, Pou, dan pengawasan keamanan pangan. Sumber data berasal dari hasil pengumpulan enumerator yang ditunjuk maupun data dari Kementerian/Lembaga terkait seperti Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik, Kementerian Perdagangan serta BUMN Pangan dan Asosiasi Pangan.

Penilaian terhadap konsumsi pangan penduduk secara kuantitas dapat ditunjukkan melalui volume konsumsi pangan penduduk (kilogram/kap/tahun), konsumsi energi penduduk (kkal/kap/hari), dan konsumsi protein penduduk (gram protein/kap/hari). Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai kualitas konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi, baik dalam jumlah maupun mutu dengan mempertimbangkan aspek daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya, dan agama. Adapun kelompok pangan tersebut mencakup: (I) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4) minyak dan lemak, (5) buah/biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula, (8) sayur dan buah, serta (9) lain-lain.

Penilaian terhadap konsumsi pangan penduduk secara kuantitas dapat ditunjukkan melalui volume konsumsi pangan penduduk (kilogram/kap/tahun), konsumsi energi penduduk (kkal/kap/hari), dan konsumsi protein penduduk (gram protein/kap/hari). Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai kualitas konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi, baik dalam jumlah maupun mutu dengan mempertimbangkan aspek daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya, dan agama. Adapun kelompok pangan tersebut mencakup: (I) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4) minyak dan lemak, (5) buah/biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula, (8) sayur dan buah, serta (9) lain-lain.

Penilaian terhadap konsumsi pangan penduduk secara kuantitas dapat ditunjukkan melalui volume konsumsi pangan penduduk (kilogram/kap/tahun), konsumsi energi penduduk (kkal/kap/hari), dan konsumsi protein penduduk (gram protein/kap/hari). Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai kualitas konsumsi pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH). PPH merupakan susunan beragam pangan yang didasarkan atas proporsi keseimbangan energi dari berbagai kelompok pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi, baik dalam jumlah maupun mutu dengan mempertimbangkan aspek daya terima, ketersediaan pangan, ekonomi, budaya, dan agama. Adapun kelompok pangan tersebut mencakup: (I) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4) minyak dan lemak, (5) buah/biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula, (8) sayur dan buah, serta (9) lain-lain.