Penganekaragaman konsumsi pangan diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan sumber daya, kelembagaan, dan budaya, serta kearifan lokal. Upaya yang dilakukan dalam penganekaragaman konsumsi pangan diantaranya dengan meningkatkan jenis dan aneka ragam pangan, mengembangkan teknologi pengolahan dan produk pangan, serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi aneka ragam pangan yang beragam, bergizi, seimbang, dan aman (B2SA).
Berbagai peraturan perundangan dikeluarkan untuk mendukung penganekaragaman konsumsi pangan dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan baik dari sisi ketersediaan, keterjangkauan, dan kualitas gizinya. Sesuai amanat Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012, penganekaragaman pangan didefinisikan sebagai upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan berbasis pada potensi sumber daya lokal. Perpres Nomor 22 tahun 2009 menjelaskan bahwa penganekaragaman konsumsi pangan merupakan upaya untuk memantapkan atau membudayakan pola konsumsi pangan yang beraneka ragam dan seimbang serta aman dalam jumlah dan komposisi yang cukup guna memenuhi kebutuhan gizi untuk mendukung hidup sehat, aktif dan produktif. Indikator untuk mengukur tingkat keanekaragaman dan keseimbangan konsumsi pangan masyarakat adalah dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) yang ditunjukkan dengan nilai 95 dan diharapkan dapat dicapai pada tahun 2019.
Penganekaragaman konsumsi pangan akan memberi dorongan dan insentif pada penyediaan produk pangan yang lebih beragam dan aman untuk dikonsumsi, termasuk produk pangan yang berbasis sumber daya lokal. Dari sisi aktivitas produksi, penganekaragaman konsumsi pangan dapat meminimalkan risiko usaha pola monokultur, meredam gejolak harga, mengurangi gangguan kehidupan biota di suatu kawasan, meningkatkan pendapatan petani, dan menunjang pelestarian sumber daya alam.
Selengkapnya : Advokasi, Kampanye, Promosi, dan Sosialisasi tentang Konsumsi Pangan Lokal Kepada Aparat dan Masyarakat.docx